Tuesday, February 28, 2006

DOA ADALAH... [1]

1. Hubungan atau relasi
Sebagaimana cinta adalah suatu hubungan timbal balik, suatu pertemua, perjumpaan pribadi, demikian pula hal doa adalah suatu hubungan timbal balik atau relasi dengan Pribadi yang lain, yaitu Tuhan. Bila kualitas hubungan dengan Allah ini berkembang, maka doa kita juga semakin dalam dan hidup kita akan menemukan maknan yang semakin dalam. Hubungan ini seringkali juga diwarnai oleh perasaan-perasaan kita, seperti misalnya takut, kuatir, malu, marah, bosan, wajib, pengharapan, kepercayaan cinta dan kegembiraan.
Kualitas dan cara kita berhubungan dengan Allah ini tergantung pada pola tingkah laku dan cara berpikir serta merasakan tentang kehadiranNya, atau sesuai dengan gambaran kita akan Allah. Banyak diantara kita yang mempunyai gambaran Allah yang negatif, yang bisa jadi berasal dari dar masa kecil kita dan yang kemudian dipengaruhi oleh kehidupan keluarga dan pendidikan yang kita dapat, budaya dan agama. Bahkan bila kita membaca Kitab Suci, terutama dalam Perjanjian Lama kita menemukan gambaran Allah yang negatif ini. Kadang kala Allah digambarkan sebagai Allah yang menghancurkan, menghukum, mengutuk atau mengancam kehidupan manusia.
Namun bila kita membaca Perjanjian Baru, gambaran Allah menjadi lebih positif, terutama kehadiran Jesus di dunia mewahyukan wajah Allah yang sebenarnya, yakni Bapa yang penuh kasih, yang memberikan matahari dan hujan kepada orang baik dan juga orang jahat (Mat 5:45). Allah juga digambarkan sebagai Gembala yang baik yang mencari dombanya yang hilang, mengampuni dan menerima pendosa yang bertobat. (Luk 15) Tuhan juga tidak pernah memperhitungkan dosa dan kesalahan yang telah diperbuat. Ia melupakan dosa yang kita perbuat bila kita bertobat, karena ‘cinta kasih tidak pernah menyimpan kesalahan’ (1Kor 13:5). Tuhan juga digambarkan sebagai Tuhan yang begitu dekat dan penuh perhatian kepada kita, karena Dia adalah Emmanuel, Tuhan berserta kita. Tuhan juga bukan Tuhan yang mencintai hanya bila kita berbuat baik. Ia mencintai kita tanpa syarat dan menerima kita sebagaimana kita ada. Bahkan ketika kita berdosa dan meninggalkan Dia, “Tuhan tetap menunjukkan betapa Dia sungguh mencintai kita, bahkan ketika kita berdosa, Jesus rela mati untuk kita.” (Rom 5:8)
Selain itu betapa banyak diantara kita yang mempunyai gambaran Allah yang tidak tepat atau salah. Misalkan ada yang mempunyai hubungan dengan Allah seperti hubungan bisnis, seperti seorang pedagang yang melakukan tawar menawar. “Saya berjanji untuk melakukan ini dan itu bila Engkau memberikan apa yang aku mau.”. Atau Tuhan digambarkna sebagai seorang ‘dalang’ yang mempermainkan kehidupan kita dan dunia. Nampak dalam diri kita, yang selalu menyalahkan Allah bila terjadi bencana atau penderitaan. Allah juga dirasakan sebagai ‘pembebas derita’, kita datang mendekat disaat kita butuh, terutama bila kita sedang mengalami kesulitan.
Sering kita tidak menyadari bahwa kita mempunyai gambaran Allah yang demikian. Gambaran yang demikian sungguh sangat mempengarahi hubungan atau relasi kita dengan Allah. Tidak hanya itu, tetapi juga mempengarahui tingkah laku dan sikap kita terhadap sesama, diri kita sendiri dan hidup.
Bila kita ingin memperdalam kehidupan doa yang lebih baik, langkah utama yang perlu kita lakukan adalah meninggalkan gambaran Allah yang demikian dan menggantinya dengan gambaran Allah yang benar, yang nampak dalam diri Jesus Kristus.
Hubungan antar pribadi tumbuh berkembang, bila kita saling mengenal lebih baik, bebagi pengalaman, bekerja sama dengan yang lain, mencari keindahan, keunikan dan mistri pribadi yang lain. Dan proses ini merupakan proses sepanjang hidup. Demikian pula yang harus terjadi dalam hubungan kita dengan Allah. Kita bisa mengenal sabda Allah dengan baik dan kehendakNya lewat Kitab Suci dan juga dalam kehidupan para murid-muridNya. Kita juga bisa belajar ‘membaca tanda jaman’ atau kehendaknya melalui segala hal yang terjadi di dunia ini. Kita juga bisa memberkan diri kita dalam pelayanan kepad mereka yang membutuhkan, dari dia kita bisa belajar banyak. Kita akan menjadi lebih setia dan menganggap penting untuk selalu bertemu dengan Tuhan dalam doa, karena kita tahu lewat itu, Tuhan mau berbicara dalam hati kita. Diatas semua itu, kita akan semakin sadar bahwa Tuhan berkendak, lebih dari yang kita inginkan, hubungan yang begitu akrab dengan kita, dan selalu siap untuk menolong kita bila kita memerlukan.
St. Benediktus memberikan contoh doa pendek dan sederhana, sbb:
Allah Bapa penuh rahmat dan kesucian;
Berilah kami kebijaksanaan untuk mengenalMu,
Kemampuan untuk memehamiMu,
Kesetiaan untuk mencariMu,
Kesabaran untuk menungguMu,
Mata untuk memandangMu,
Hati untuk merenungkanMu, dan hidup untuk mewartakanMu,
Melalui kuasa Roh Jesus Kristus, Tuhan kami. Amen.

2. Jawaban kita terhadap hidup
Betapa sering merasa atau dibuat merasa bahwa doa itu sesuatu yang tidak ada kaitannya dengan atau lepas dari kehidupan. Kita merasa bahwa untuk bisa berdoa kita harus meninggalkan aktivitas kita, memutuskan diri dari semua itu, mencari suatu tempat yang terpisah, tempat suci, memikirkan segala sesuatu yang saleh atau mengulang doa lewat ucapan bibir kita. Tak satu pun dari semua itu yang merupakan suatu yang penting untuk doa. Dalam kehidupan yang penuh tekanan ini, doa adalah apa pun yang secara spontan muncul dari kedalaman hati kita sebagai jawaban terhadap situasi hidup yang kita hadapi.
Dikatakan, bahwa pada awalnya bangsa Israel tidak mempunyai rumusan kata yang khusus untuk doa mereka. Bagi mereka berdoa adalah berseru, berteriak, bersyukur, bergembira, meminta, mohon ampun, sesuai dengan bagaimana keadaan seseorang saat itu dalam hubungannya dengan Allah. Dalam bukunya berjudul "The Hour of the Unexpected" John Shea menjelaskan hal ini dengan mengambil contoh dari kehidupan harian:
"Pertama-tama sesuatu terjadi pada diri kita. Seorang teman meninggal, seorang anak kecil tersenyum manis kepada kita, seorang nenek menolak untuk menjadi tua, seorang yang menginjak dewasa menemukan dirinya, merasa sangat sakit hati karena kelemahannya dibeberkan, tanpa diduga kita mendapat ciuman dari orang yang dicintai. Pertama-pertama sesuatu terjadi. Dan usaha kita yang paling utama adalah mencari motivasi atau alasan yang kurang baik. Segala yang direncanakan dengan sempurna gagal, tetapi rencana yang tidak dipikirkan serius, malah berhasil. Apa menjadi satu-satunya tujuan yang ingin dicapai, dialami sebaliknya. Ketika kita merenungkan kembali semua yang terjadi, kita berdiri terpaku kaku dan tidak tidak tahu mengapa ini terjadi. Pertama-tama sesuatu terjadi. Dalam saat-saat seperti itu, kita merasa dilemparkan kembali ke diri kita. Atau lebih tepat kita dihadapkan pada suatu Misteri yang tidak terjawab. Situasi seperti ini menyentak kesadaran kita terhada adanya "Sesuatu yang lain", "Yang sedang hadir", "Sang Belas Kasih", yang kepadaNya kita bisa datang dan pergi. Kesadaran akan adanya Misteri ini datang kepada kita dengan tiba-tiba. Hal ini memecahkan irama rutinitas kehidupan harian kita, menuntut perhatian khusus, dan memaksa kita untuk berdialog dengannya. Dalam situasi seperti ini mungkin kita akan berteriak, atau tertawa, menari atau menangis, menyanyi atau bukam. Namun demikian, apapun jawaban dan tanggapan kita, inilah barisan doa, inilah dorongan nurani manusia yang ingin kembali kepada sentuhan Allah".
Inilah pula kita juga sering mengalami dalam hidup harian: Kita berseru "Oh Gusti nyuwun kawelasan, Tuhan kasihanilah kami" (Oh, my God) ketika kita sedang mengalami derita atau kaget dan kagum. Kita bungkap total menghadapi peristiwa tragis dalam hidup, menangis atau menitikkan air mata ketika kita melihat orang lain menderita. Di saat kita merasa terpisah jauh dari Allah dan menghadapi cobaan secara sporntan kita berseru "Tuhan tolonglah kami". Banyak orang yang telah membagikan pengalaman pribadinya mengatakan kepada kita bahwa khusus pada saat kita dalam keadaan krisis dan kritis, kita justru lebih banyak berdoa, walaupun tanpa disadari.
Doa yang timbul secara spontan dalam diri kita ini, tentunya bukan hanya satu-satunya bentuk doa. Namun hal ini mengingatkan kita untuk selalu mengkaitkan doa dengan peristiwa hidup kita. Membiarkan diri kita dipengaruhi oleh realitas hidup saat ini, dan menjawabnya dari level atau tingkat yang lebih dalam dari hidup kita, sebagai Jesus sendiri lakukan.

"Tuhan yang hidup dan penuh kasih, Engkau terus menerus mengingatkan kami bahwa engkau selalu siap menjumpai kami dalam segala siatuasi, kapan saja dan di mana saja.
Engkau meminta kepada kami supaya selalu ada bersamamu dalam diri kami dan dalam hati yang terdalam, di mana RohMu sendiri hadir dan berkarya,
Berilah kami kekuatan untuk menjawab setiap situasi hidup kami dengan semangat yang pernah ditunjukkan Jesus kepada kami, rela sengasara demi kebenaran dan penuh belas kasihan bagi mereka yang membutuhkan.
Semoga setiap saat dalam hidup kami menjadi doa yang tak terucapkan bagi mereka yang menderita dan dunia yang rusak ini." Amin.

3. Doa adalah membuka diri dihadapan Allah
Perkembangan relasi interpernal terjadi bila dua pribadi yang saling berhubungan semakin membuka diri mereka masing-masing. Berbagi diri tidak hanya dalam hal informasi dan ide, tetapi lebih-lebih berbagi perasaan, keinginan, nilai, keyakinan dan harapan. Keterbukaan ini tidak hanya terjadi hanya pada dua orang itu saja, tetapi meluas kepada orang lain. Semakin mereka semakin terbuka satu sama lain, dia juga semakin menerima orang lain sebagaimana mereka ada, menanggapi dan menjalin hubungan dengan mereka secara positif dan penuh kasih.
Hal yang demikian terjadi pula dalam kaitannya dengan Allah. Sikap yang paling esensial bagi orang berdoa adalah membua diri dihadapan Tuhan, kepada misteri kasihNya yang total dan tanpa pamrih kepada manusia - sesuatu yang tidak mudah dimengerti dan diterima. Keterbukaan ini adalah kesediaan diri untuk menempatkan hidupku kita dan segala seginya di dalam tanganNy. Dengan penuh kepercayaan membiarkan Allah membimbing dan membentuk kita, tanpa tuntutan dan syarat. Disini keterbukaan kepada Tuhan membawa kita juga lebih terbuka kepada sesama kita. Kita bisa juga mengatakan bahwa keberadaan kita yang terbuka ke arah Allah akan nampak dalam perkembangan keterbukaan kita kepada sesama yang ada disekitar kita.
Di dalam bukunya "As Bread that is Broken" Peter Van Breemen memberi perbandingan demikian:
"Doa berarti berada bersama dengan Tuhan yang hadir dengan tangan dan hati yang terbuka. Banyak hal dalam hidup kita yang saya genggam sebagai dalam kepalan tangan saya, misalnya segalam milik diri, teman-teman, ide-ide, prinsip dan gambaran diri. Sebenarnya bila saya membuka kepalan tangan saya, semua itu masih tetap bersama saya. Tak satu pun yang jatuh dari tangan saya. Maka saya harus membuka tangan saya, dan itula doa. Sementara itu, bila saya cukup rela membuka tangan saya, Tuhan akan datang menyapa kita. Ia akan menengok dan melongok tangan saya untuk melihat apa yang saya punya di situ. Mungkin di heran, bahkan kita mempunyai banyak hal di dalamnya. Kemudian Dia melihatku dan meminta: " Apakah kamu keberatan bila saya ambil ini sedikit" dan saya menjawab: Tentu tidak, silahkan mengambilnya, untuk itulah mengapa saya di sini membuka tanganku" Atau mungkin lain waktu Tuhan akan datang dan berkata: "Apakah kamu mau bila saya meletakkan sesuatu yang lain ditangamu?" Dan saya menjawab: "Tentu, mengapa tidak?"
Inilah inti dari doa. Mungkin Tuhan mengambil dari kita, dan mungkin juga memberi sesuatu kepada kita. Mungkin tak seorang bisa melakukan ini, tetapi Tuhan mungkin, karena Dia adalah Allah. Saya hanya perlu membuka hati dan tanganku, dan diam disana selama perlu bagi kehadiran Tuhan".
Bila kita meminta keterbukaan ini, hal ini akan berpengaruh terhadap penerimaan kita akan kehadiraanNya dalam hidup kita. Paling tidak, kita akan semakin melihat kehadiran dan karyaNya yang tersembunyi namun nyata. Selain itu kita juga memohon supaya hati kita semakin terbuka terutama terhadap saudara-saudari kita, terutama semakin terbuka untuk menerima keunikan masing-masing pribadi dengan segala-macam kebutuhannya.

"Tuhan yang hidup dan penuh kasih, ketika Engkau datang kepada kami dalam diri Jesus,
dunia tidak mengenalmu dan menerimaMU.
Engkau tetap hadir di saat dan di tempat di mana kami yakin Engkau tidak hadir.
Ambillah kebutaan mata dan hati kamu, biarkalan kami mengenalmu di dalam segala kejadian hidup sehari-hari kami, khususnya di dalam sesama kami, di dalam diri orang asing dan di dalam diri saudara kami yang membutuhkan.
Dengan keterbuaan hati kepadaMu dan kepada sesama,
semoga kami memiliki kebahagiaan untuk mendengarkan sabdaMu tanpa henti:
"Apapun yang kamu lakukan bagi saudara-saudariku yang paling hina ini, kau lakukan untuk Aku" Amin.
salam dan doa
MoTe

0 Comments:

Post a Comment

<< Home