Tuesday, February 28, 2006

DOA ADALAH... [2]

4. Doa adalah Jawaban terhadap situasi hidup yang kita hadapi
Betapa sering kita merasa atau dibuat merasa bahwa doa itu sesuatu yang seolah-olah tidak ada kaitannya dengan atau lepas dari kehidupan. Kita merasa bahwa untuk bisa berdoa kita harus meninggalkan aktivitas kita, memutuskan diri dari semua kegiatan dunia, mencari suatu tempat yang terpisah, tempat suci, memikirkan segala sesuatu yang saleh atau mengulang doa lewat ucapan bibir kita. Tak satu pun dari semua itu yang merupakan suatu yang penting untuk doa. Dalam kehidupan yang penuh tekanan ini, doa adalah apa pun yang secara spontan muncul dari dalam hati kita sebagai jawaban terhadap situasi hidup yang kita hadapi.
Dikatakan, bahwa pada awalnya bangsa Israel tidak mempunyai rumusan kata yang khusus untuk doa mereka. Bagi mereka berdoa adalah berseru, berteriak, bersyukur, bergembira, meminta, mohon ampun, sesuai dengan bagaimana keadaan seseorang saat itu dalam hubungannya dengan Allah. Dalam bukunya berjudul "The Hour of the Unexpected" John Shea menjelaskan hal ini dengan mengambil contoh dari kehidupan harian:
"Pertama-tama sesuatu terjadi pada diri kita. Seorang teman meninggal, seorang anak kecil tersenyum manis kepada kita, seorang nenek menolak untuk menjadi tua, seorang yang menginjak dewasa menemukan dirinya, merasa sangat sakit hati karena kelemahannya dibeberkan, tanpa diduga kita mendapat ciuman dari orang yang dicintai. Pertama-pertama sesuatu terjadi. Dan usaha kita yang paling utama adalah mencari motivasi atau alasan yang kurang baik. Segala yang direncanakan dengan sempurna gagal, tetapi rencana yang tidak dipikirkan serius, malah berhasil. Apa menjadi satu-satunya tujuan yang ingin dicapai, dialami sebaliknya. Ketika kita merenungkan kembali semua yang terjadi, kita berdiri terpaku kaku dan tidak tidak tahu mengapa ini terjadi. Pertama-tama sesuatu terjadi. Dalam saat-saat seperti itu, kita merasa dilemparkan kembali ke diri kita. Atau lebih tepat kita dihadapkan pada suatu Misteri yang tidak terjawab. Situasi seperti ini menyentak kesadaran kita terhada adanya "Sesuatu yang lain", "Yang sedang hadir", "Sang Belas Kasih", yang kepadaNya kita bisa datang dan pergi. Kesadaran akan adanya Misteri ini datang kepada kita dengan tiba-tiba. Hal ini memecahkan irama rutinitas kehidupan harian kita, menuntut perhatian khusus, dan memaksa kita untuk berdialog dengannya. Dalam situasi seperti ini mungkin kita akan berteriak, atau tertawa, menari atau menangis, menyanyi atau bukam. Namun demikian, apapun jawaban dan tanggapan kita, inilah barisan doa, inilah dorongan nurani manusia yang ingin kembali kepada sentuhan Allah".
Inilah hal-hal yang sering kita juga sering mengalami dalam hidup harian. Betapa kita sering berseru "Oh Gusti nyuwun kawelasan, Tuhan kasihanilah kami" (Oh, my God), terutama ketika kita sedang mengalami derita atau kaget dan kagum. Kita bungkam total menghadapi peristiwa tragis dalam hidup, menangis atau menitikkan air mata ketika kita melihat orang lain menderita. Di saat kita merasa terpisah jauh dari Allah dan menghadapi cobaan secara sporntan kita berseru "Tuhan tolonglah kami". Banyak orang yang telah membagikan pengalaman pribadinya mengatakan kepada kita bahwa khusus pada saat kita dalam keadaan krisis dan kritis, kita justru lebih banyak berdoa, walaupun tanpa disadari.
Doa yang timbul secara spontan dalam diri kita ini, tentunya bukan hanya satu-satunya bentuk doa. Namun hal ini mengingatkan kita untuk selalu mengkaitkan doa dengan peristiwa hidup kita. Membiarkan diri kita dipengaruhi oleh realitas hidup saat ini, dan menjawabnya dari level atau tingkat yang lebih dalam dari hidup kita, sebagai Jesus sendiri lakukan.

"Tuhan yang hidup dan penuh kasih, Engkau terus menerus mengingatkan kami bahwa engkau selalu siap menjumpai kami dalam segala siatuasi, kapan saja dan di mana saja.
Engkau meminta kepada kami supaya selalu ada bersamamu dalam diri kami dan dalam hati yang terdalam, di mana RohMu sendiri hadir dan berkarya
Berilah kami kekuatan untuk menjawab setiap situasi hidup kami dengan semangat yang pernah ditunjukkan Jesus kepada kami, rela sengasara demi kebenaran dan penuh belas kasihan bagi mereka yang membutuhkan.
Semoga setiap saat dalam hidup kami menjadi doa yang tak terucapkan bagi mereka yang menderita dan dunia yang rusak ini." Amin.

5. Mengucap syukur dan Terima kasih
Salah satu hal yang utama yang pernah diajarkan kepada kita oleh orang tua waktu masih kecil adalah untuk mengatakan 'terima kasih'. Mungkin kebiasaan ini masih saja dipegang oleh banyak dari antara kita, atau sebaliknya dilupakan sama sekali. Kita menyadari bahwa attitude ini adalah dasar yang paling utama bagi perkembangan kehidupan jasmani maupun rohani yang lebih matang. Syukur dan terima kasih adalah jalan menyakinkan menuju kepada kebahagiaan sejati.
Dalam Injil betapa sering kita menemukan Tuhan Jesus mengucap syukur kepada BapaNya: "Aku bersyukur kepadaMu sebab engkau telah menyatakan semua ini kepada mereka yang kecil dan tak terpelajar, apa yang engkau telah sembunyikan dan orang-orang bijak dan cerdik" (Luk 10:21) "Aku bersyukur kepadaMu, Bapa, bahwa enggkau mendengarkan Aku" (Joh 11"45). Sebelum membuat mukjijat Jesus selalu mengucap syukur. Ia begitu kecewa terhadap sikap tak tahu terima kasih dari sembilan orang yang telah disembuhkan dari penyakit lepra itu. Hanya satu yang datang kepada Jesus untuk mengucapkan terima kasih, dan orang itu pun orang Samaria. Dan puncak dari pemberian diri Jesus sebelum sengasaranya dan wafatnya, terjadi dalam perjamuan terakhir, di mana Ia secara total menyerahkan diriNya dalam Ekaristi, yang artinya sendiri adalah syukur.
'Setiap pemberian yang baik dan sempurna datang dari atas, dari Allah Terang' (Jak 1:17). Dalam mengepresikan sikap terima kasih dan syukur kita terhadap Tuhan, kita bisa membedakannya dalam tiga tingkat kategori. Pertama orang yang hanya mengungkap syukur terima kasih kepada Allah atas hal-hal tertentu yang diterima sebagai rahmat yang luar biasa, misalnya pengalaman iman yang luar biasa, atau diselamatkan dari bahaya kematian. Kategori kedua adalah orang yang bersyukur dan berterima kasih atas anugerah kecil yang diterima setiap hari, tetapi menjadi kecewa dan sedih atau ragu akan kasih Tuhan ketika harus berhadapan dengan penderitaan atau kesulitan hidup. Ketiga, dan ini tidak banyak, adalah kategori orang yang mengucapkan syukur kepada Tuhan atas segala waktu, segala hal, bahkan hal-hal yang biasa dan nampak tak berarti, segala yang telah diterima sebagai rahmat dan berkat. Kedewasaan rohani orang seperti ini bisa tumbuh berkembang dan hidup, bahkan dalam peristiwa yang nampaknya begitu negatif. Dengan kata lain orang yang mempunyai kedewasaan rohani seperti ini akan selalu melihat kehadiran Tuhan dalam segala peristiwa hidup mereka, baik dari sisi gelap maupun terang.
Sikap syukur terhadap Tuhan dan sesama harus menjadi satu pilar kekuatan yang mendasari kehidupan orang-orang kristiani. Dan ini adalah salah satu aspek dari kehendak Tuhan terhadap hidup kita, sebagaimana diungkapkan oleh St. Paulus dalam surat pertama kepada umat di Tesalonika: "Bergembiralah selalu, berdoa setiap saat, dan mengucap syukur dalam segala situasi. Inilah yang Tuhan kehendaki dari padamu dalam kehidupanmu, dalam persatuan dengan Tuhan kita Jesus Kristus (1Tes 5:16)

Berikut ini adalah doa yang diambil dari Joe Mannath "You surprised me":
Begitu banyak aku telah berhutang padamu. Saya tidak tahu dimana ini mulai.
RahmatMu tidak tak terbilang banyaknya, siapa dapat menghitungnya?
Terima kasih bahwa saya Engkau karunia hidup dan kemampuan untuk mengatakan terima kasih. Syukur atas segala yang telah saya miliki, terutama diriku ini.
Engkau tidak mengharapkan balasan terima kasih, engkau mengatakan.
Maka terima kasih atas semuanya itu - atas kasihmu terhadap kami yang tanpa syarat, tanpa menunggu balasan terima kasih kami.
Semua ini jauh dari pengetahuan kamu yang miskin ini - bahwa kasih bisa begitu penuh diberikan - dan diberikan semuanya tanpa meminta balasan kembali.
Apa yang harus aku katakan. Bagaimana aku harus bersyukur dan berterima kasih?
Yang bisa saya katakan adalah apa yang sejauh ini bisa keluar dari hatiku
Ketika kami merasa didorong untuk memujimu, walaupun ini tidak menambah apa-apa dalam kemulianMu, tetapi semua ini muncul dari sumber kelemah-lembutanMu.
Terima kasih atas cinta yang tak terungkapkan dalam kata!
Saya tetap belum mampu memahami apa yang telah engkau lakukan untukku, apa yang akan kau perbuat untukku dan apakah cintamu mampu melakukan ini.
Terima kasih, syukur dan terima kasih. Terimalah kata-kata ku, suara diam tanpa arti,
Seluruh hidupku adalah syukur dan terima kasihku.....
Terima kasih, Tuhanku, Kasihku dan Engkau segalaNya bagiku.
Terima kasih atas keinginan untuk berterima kasih ini.


6. Mendengarkan Suara Allah
Atmosphere kita ini penuh dengan gelombang radio, walaupun hal ini tidak kita rasakan atau dengarkan, tetapi kita mengetahui bahwa mereka itu ada. Terutama ketika gelombang ini ditangkap oleh penerima gelombang, seperti misalnya radio transistor. Bila radio itu rusak, tentunya kita tidak bisa menangkap apa-apa. Namun bila radio itu bekerja dan dalam kondisi yang baik, kita bisa menangkap siaran, mungkin penuh dengan suara-suara dan gangguan. Namun bila hal ini sungguh pada gelombang pemancar yang tepat, kita akan mendapat siaran yang jelas dan suara yang bening.
Dunia sekitar kita juga penuh dengan pesa-pesan Tuhan dan komunikasi. Apakah kita menyadari hal ini? Apakah kita merasa sungguh menikmati gelombang suara Allah dan menerimanya? Hal ini hanya bisa terjadi bila antena kita siap menerima Roh Allah, maka sabda Allah itu akan mengena dalam hati kita.
Ada dua gangguan yang mungkin bisa menjadi penghalang kita untuk bisa mendengarkan suara Tuhan yang berbicara kepada kita: (a). Suara-suara yang datang dari luar diri kita; dalam hal ini bisa jadi lewat media, baik yang berupa media cetak; koran, majalah atau buletin maupun media elektronik; tv, film, iklan. Hal ini seringkali membombarding kita dan menjerat kita untuk mencapai sukses dengan mudah, bersaing, menjadi individualis dan mencari kepuasan pribadi, dan tidak jarang bahwa hal ini bertentangan dengan apa yang Tuhan sedangkan katakan kepada kita. (b). Aneka suara yang datang dari dalam diri kita; yakni keinginan dan kebutuhan kita, ambisi pribadi kita, gagasan yang terlalu hiperaktif, imaginasi dan perasaan-perasaan kita, sering membuat suara Tuhan menjadi semakin kecil untuk bisa didengarkan.
Dalam Kitab Raja-Raja bab 19 dikatakan bahwa Tuhan datang kepada nabi Elia yang sedang mengalami putus asa dalam menghadapi hidup dan misinya. Tuhan tidak hadir dan ditemukan dalam kemurkaannya atau dalam bencana alam atau di dalam api, tetapi lewat tiupan angin sepoi-sepoi basa. Maka untuk bisa menangkap kehadiran yang sepoi-sepoi itu, kita membutuhkan keterbukaan, perhatian dan hati yang siap sedia menerima untuk bisa menangkap apa yang Tuhan sedang katakan kepada kita. Tidak hanya lewat Kitab Suci dan doa, tetapi juga melalui pribadi sesama kita dan kejadian-kejadian yang kita alami setiap hari.

Berikut ini adalah suatu doa yang diadaptasikan oleh William Barclay:
Tuhan, kami berdoa kepadamu seperti Samuel berdoa: Berbicaralah Tuhan, hambaMu mendengarkan. Bersabdalah kepada kami sabda yang kami butuhkan, dan tolonglah kami itu mendengarkan. Bersabdalah kepada kami
sabda yang menguatkan kami ketika kami lemah dan tidak berdaya, sabda peringatan ketika kami menjauh dari padaMu, sabda penghiburan ketika hidup melukai kami, sabda penuntun jalan ketika kami tidak tahu apa yang harus kami lakukan dan kemana kami harus pergi, sabda kekuatan yang memampukan kami menolak segala pencobaan, sabda kekuatan yang membuat kami mampu bekerja dan kuat menerima beban hidup kami. Apa pun sabdaMu yang kami perlukan, bersabdalah sekarang ini kepada kami.
Biarkanlah kami mendengarkan sabdaMu ya Tuhan, seperti Engkau bersabda kepada kami melalui Kitab SuciMu, dan secara khusus melalui hidup Jesus Kristus;
melalui teman seperjalanan dan orang asing yang berjalan bersama kami, lewat dunia hidup kami yang baik yang sukses maupun yang gagal, mulia atau memalukan, melalui mulut dan hidup orang-orang miskin dan rakyat jelata, di dalam keheningan hidup kami dan dalam kemantapan hati kami.
Ambillah dari kami segala hal yang menghalangi kami untuk bisa mendengarkan sabdaMu. Ambillah dari kami budi yang resah dan hati kami yang tertutup yang membuat kami menjadi tuli akan sabdaMu, kehendak pribadi yang meremehkan kebenaran, kecurigaan yang berlebihan yang menghalangi kami menerima kebenaran, dan hanya melihat apa yang kami inginkan, keinginan untuk tidak digangu, yakni takut akan kebenaran.
Bantulah kami untuk mendengarkan sabdaMu dalam segala cara yang datang kepada kami, dan untuk menjawabnya dengan penuh iman dan tanpa kompromi, lewat teladan PutraMu Jesus Kristu Tuhan dan pengantara kami. Amin.
salam dan doa
MoTe

0 Comments:

Post a Comment

<< Home