Tuesday, February 28, 2006

DOA ADALAH... [3]

7. Memohon
Kebanyakan orang, memohon adalah satu-satunya bentuk doa yang mereka lakukan. Mereka datang kepada Tuhan dengan iman dan keyakinan, dan memohon kepadaNya bagi kebutuhan mereka, baik secara material maupun spiritual, terutama lebih erat kaitannya dengan bagian kedua dari doa 'Bapa kami", yakni berilah kami rejeki, pengampunan, bimbingan, perlindungan dan damai. Permohonan ini mempunyai dasarnya yang kuat, karena Jesus sendiri memberikan keyakinan kepada kita bahwa "mintalah maka kamu akan diberi, carilah maka kamu akan mendapat, ketuklah maka pintu akan dibukakan bagimu" (Mat 7:7). Dalam Injil kita sering menemukan Jesus yang berkali-kali menjawab dan mengabulkan permohonan mereka yang membutuhkan dan membawa mereka kepada kegembiraan dan kehidupan yang baru. Misalnya Bartolomeus, si lahir but itu berteriak "Jesus, anak Daud, kasilahanilah kami" (Mark 10:48). "Selamatkanlah kami Tuhan, karena kami akan binasa" teriak para murid ketika mengalami badai taufan di tengah danau Genesareth (Mat 8:25) dan akhirnya permintaan perwira Romawi di Capernaum yang memohon Jesus datang ke rumahnya "Datanglah ke rumah kami, sebelum si anak itu mati" (John 4:49)
Walaupun permohonan sepertinya datang secara natural atau mungkin spontan, namun ini seringkali mengandung bahaya, karena kita memberikan kepada orang lain kebebasan untuk menjawab 'ya' atau tidak' atas permohonan, sementara kita menunggu jawaban dengan diam dan tak menentu. Dalam bukunya "Open our Hearts" Huub Oosterhuis memberikan komentar ini:
"Memohon adalah lawan kata dari menuntut dan juga lawan kata dari melarikan diri. Setiap orang yang meminta membuka dirinya terhadap berbagai macam kemungkinan. Ia membuat dirinya tergantung, tetapi pada saat yang sama menempatkan dirinya di dalam situasi ketergantungan tanpa malu, dan berkata; Ini saya, saya tidak lebih dari pada ini, dan inilah yang saya harapkan"
Seseorang berdoa memohon kesembuhan dari sakitnya. Ia berdoa kepada Tuhan supaya Tuhan lebih dekat dalam penderitaan, memberikan ketabahan dan menjadi teman dalam kegelisahan hatinya. Dengan kesadaran ini 'arti' dari sakitnya menjadi berubah dalam doanya, paling tidak nampaknya berubaha. Dia sendiri juga berubah, ia lebih berani menghadapi ketakutan dan penderitaannya. Mungkin dia tidak sembuh, atau bahkan mati, tetapi kematiannya menjadi lain dan mempunyai arti.
Berdoa adalah memohon ini dan itu atau memohonkan bagi orang lain. Dan seringkali kita mendapatkan apa yang mungkin tidak kita minta, yakni 'kekuatan' untuk menerima. Tanpa kekuatan ini mungkin apa yang kita minta tidak akan diberikan. Dan 'kekuatan' dalam doa ini dalam Kitab Suci disebut 'Roh Kudus'. "Tidakkah Bapamu yang di surga akan memberikan Roh Kudus bagi mereka yang memintanya?" (Luk 11:13)
Dari pengalaman banyak orang yang berjiarah ke tempat suci, misalnya Lourder atau di India Vailankanni, atau terlibat dalam pertemuan doa atau penyembuhan, biasanya mereka membawa intensi terntentu. Mungkin mereka memohon kesembuhan bagi pribadinya atau orang yang dicintai. Mungkin banyak diantara mereka yang merasa bahwa doa permohonannya sungguh tidak dikabulkan. Walaupun hal ini terjadi, kebanyakan mereka mengalami dan merasakan lebih dikuatkan keyakinannya, mengalami kekuatan batin dan lebih pasrah dalam damai.
Louis mengungkapkan pengalaman yang hampir sama; "setiap orang yang berdoa, memulainya dengan memohon sesuatu yang ia perlukan, sesuatu yang telah ada di dalam hatinya. Dan ketika dia berdoa dengan sungguh-sungguh, dan pada saat yang sama ia selesai, hatinya akan mengalami suatu suasana lain, ia tidak berpikir apa yang ada di dalam hatinya semata, tetapi berpikir pada Dia yang diharapkan mendengarkan dan mengabulkan pemohonan yang datang fari hatinya itu"

Doa:
Tuhan yang hidup dan penuh kasih, Engkau mengetahui apa yang kami butuhkan, bahkan sebelum kami mengungkapkan dan meminta.
Berilah kepada kami hati seperti hati anak kecil yang mampu menempatkan diri kami dengan penuh kepercayaan dihadapanmu atas segala kebutuhan kami dan sesama kami.
Berilah kepada kami tanggung-jawab - kesediaan untuk berkembang dan tubuh dalam kesedian batin yang penuh yang memberi arti bagi doa kami dan mampu memberikan arah bagi hidup kami. Amin.

8. Persembahan
"Biarlah doaku melambung dihadapanMu bagaikan dupa; tanganku terangkat bagaikan persembahan petang" (Maz 141).
Dalam segala macam agama yang ada didunia ini, persembahan adalah salah satu cara untuk mengungkapkan hubungan antara seseorang dengan Tuhannya. Baik secara individual maupun dalam kelompok mempersembahkan persembahan seperti misalnya hasil bumi, panen pertama, sebagai ungkapan puji syukur kepada Tuhan merupakan hal yang biasa. Bangsa Jahudi dan juga bangsa lainnya sejak jaman dulu sudah menjalankan praktek persembahan ini dengan mempersembahkan korban binatang. Obyek persembahan yang dipersembahkan kepada Tuhan menjadi suci, dan hanya diperuntukkan bagi Tuhan. Tidak boleh dipergunakan untuk tujuan lain, bahkan seringkali dibakar dalam api sampai habis.
Persembahan lahiriah ini merupakan simbol dari persembahan dirinya yang paling dalam yang diperuntukan bagi Tuhan. Dengan persembahan ini kita ingin menghaturkan seluruh milik kita, rasa hormat kita, rasa syukur dan kepasrahan diri dengan memberikan diri kita secara total. Semua ini terungkap dalam berbagai macam cara dan wujud persembahan, khusus sesuatu yang sangat berharga yang kita miliki. Hanya bila jatuh pada praktek yang extrem, maka persembahan menjadi tidak manusiawi dan tidak berharga, misalnya pengorbanan seorang anak untuk memuja dewa-dewi atau Tuhan mereka.
Doa sendiri adalah suatu persembahan, suatu expresi dari keinginan yang paling dasar di dalam hati hati kita untuk menjadi milik Allah sepenuhnya. 'Hati kami diciptakan untukmu dan mereka tidak akan istirahat sampai mereka menemukan damai di dalam diriMu" kata St. Agustinus.
Doa persembahan ini bisa terungkap dalam beberapa cara dan bentuk:
- melalui sikap dan tindakan, misalnya prostasi atau tengkurap (sashthangam), persembahan bunga (pushpanjali), membakar dupa (doopanjali) dan membakar lilin atau menyalakan lampu (deepanjali)
- doa persembahan ini juga bisa terungkap dalam keheningan dan doa batin.
- melalui kata-kata yang muncul dari hati secara spontan dan lewat puisi, nyanyian atau bentuk-bentuk lainnya.
Sebenarnya apa yang menjadi inti pokok dan penting dalam doa persembahan ini. Yakni suatu kesadaran bahwa persembahan ini harus semakin nyata dalam kehidupan kongkrit setiap hari, semakin membuat kita menjadi berkah bagi yang lain, dan inilah persembahan total yang menyenangkan Tuhan. Hal ini juga menjadi jelas dari keyakinan Paulus yang mengatakan bahwa 'persembahan yang sejati adalah hidup konkrit kita setiap hari yang kita persembahan kepada Tuhan' Karena Tuhan tidak menghendak korban persembahan, korban bakaran dan dan ukupan, tetapi yang Tuhan kehendaki adalah hati yang bertobat dan menyesal.
Dibawah ini adalah salah satu contoh doa yang digunakan dalam doa persembahan pagi.
Doa:
Tuhan yang hidup dan penuh kasih, saya persembahkan diriku kepadamu dengan Putramu Jesus dalam Roh KudusNya. Saya persembahkan badan, budi dan jiwa, pikiran, perasaan, keinginan, kata dan perbuatan saya. Kupersembahkan pula masa lampau, sekarang dan yang akan datang, seluruh kegembiraan dan kesengsaraanku, keberhasilan dan kegagalanku, doa dan karya, persaudaraan, keheningan, harapan dan segala cita-citaku, seluruh hidup dan setiap bagian dari diriku.
Kami persembahkan semua ini bersama dengan Bunda Maria, ibuku, St. Yoseph dan semua malaekat dan orang kudus; St. Thomas, St. Fransiskus Asisi, dan orang kudus di negeri ini, bersama orang-orang yang kami cintai dan mereka yang telah mendahului kami menghadap hadiratMu.
Saya menyatukan persembahan ini bersama dengan segenap keluarga, saudara dan sahabat serta teman-teman, sesama dan tetangga dan kenalan kami, orang-orang yang berkerja besama kami dan untuk kami, kepada mereka yang tidak kami sukai, atau mereka tidak menyukai aku. Saya satukan pula persembahan ini bersama dengan setiap orang dan keluarga di seluruh negeriku (India) dan seluruh dunia yang mempunyai begitu banyak perbedaan suku, bangsa, agama, bahasa dan budaya, bersama semua orang yang menderita sengsara, mereka yang miskin, diperlakukan tidak adil dan ditolak, dan bersama semua yang bekerja bagi keadilan dan persaudaran.
Saya juga menggabungkan persembahan kami ini dengan segala ciptaan yang hidup; segala binatang, burung-burung diudara, ikan-ikan, serangga dan segala tumbuhan yang hidup; segala ciptaan yang ada, laut, sungai, gunung dan dataran, semua karya tangan manusia lewat seni, ilmu dan tehnologi, seluruh alam raya, bahkan juga bersama dengan bintang di langit yang tinggi.
Melalui hal-hal duniawi, hidupku, badan dan jiwa, saya kami memuji seluruh ciptaanmu yang mengagumkan, Ya Allahku dan sambil mempersembahkan diriku, saya persembahkan segalanya, sehingga kehendakMu menjadi tergenapi "menyatukan dan membawa segala hal, semuanya di bumi dan disurga, bersama Kristus sebagai kepala" (Ef. 1.10)
Semoga Kerajaan kasih dan kebahagiaan, damai dan keadilan, kebenaran dan kemuliaan, datang kepadaku, diantara semua orang dan dibumi kami ini. Amin.


9. Menaruh Rasa Hormat dan Bakti
Dalam setiap perkembangan menuju hubungan personal yang akrab, saling menghormati adalah hal pokok yang harus ada. Bila dalam relasi personal itu seorang lebih dominan dan mengkotrol yang lain, maka cinta sejati dan hubungan persahabatan yang akrab tidak akan berkembang. Sesama atau teman harus dicintai, dihargai dan dihormati karena mereka mempunyai cara pandangan, keyakinan, cara bertindak dan cara berpikir yang berbeda dengan kita. Kita memberikan kesempatan dan membiarkan sesama kita menjadi dirinya sendiri. Bukan hanya karena toleransi tetapi sungguh memberikan kesempatan mereka tumbuh menjadi dirinya sendiri, yakni dengan menerima secara positif perbedaan yang ada. Rasa hormat kepada sesama ini menimbulkan rasa asih kepada yang lain. Mampu menerima dan menghormati keunikannya serta semakin memahami misteri yang indah dibalik keberadaan setiap pribadi.
Dalam arti yang sama, rasa hormat bakti mempunyai tempat yang penting dalam hubungan kita dengan Allah. Ketika Musa mendekati semak terbakar tapi tidak hangus itu, ia mendengarkan suara yang berseru; "Lepaskan sandalmu, karena tempat dimana kamu berdiri ini adalah suci" (Kel. 3:5). Nabi Jesaya yang diberi karunia bertemu dengan Allah, mengakui bahwa dirinya sebagai 'seorang yang bermulut kotor' tidak layak hadir dihadapan Allah.
Bila doa kita tidak hanya rutinitas acara, kita semesti juga mengalami rasa hormat, bakti dan kagum akan Allah. Kita juga merasakan suatu kuasa kehadiran Allah, antara kesucian Allah dan kedosaan kita, kesetiaan Allah dan kesleboran kita, tak terbatasnya cintaNya dan keterbatasan cinta kita. Rasa bakti yang demikian ini mungkin terungkap lewat tingkah laku seperti merunduk, berlutuk atau tiarap -prostasi. Semestinya semua ini merupakan ungkapan sikap batin yang tulus. Bukan suatu ungkapan rasa takut, tetapi merupakan ungkapan bakti kasih dan penyerahan kepada Tuhan yang penuh cinta dan belas kasih. Cinta mampu menjadi jembatan jarak antara Allah yang terasa jauh dengan manusia yang menerima kehadiranNya dengan penuh percaya.
Hormat bakti kepada Allah sungguh mempunyai artinya bila disertai oleh rasa hormat yang tulus terhadap semua ciptaanNya. Terutama mulai dengan diri kita sendiri, terhadap badan kita, perasaan, keinginan, masa lampauku, kata-kata yang keluar dari mulutkan, dan keberadaan pribadiku saat ini. Dari rasa hormat terhadap diri kita sendiri kita bisa melangkah maju, menaruh rasa hormat terhadap semua ciptaan, benda-benda hidup, bahwa semua benda mati sekalipun.
Dalam jaman modern ini apa yang dianggap penting dan bernilai adalah kedudukan, kekayaan, gelar pendidikan dan warna kulit. Banyak orang yang direndahkan dan diasingkan karena mereka miskin, karena mereka terlalu tua atau karena mereka masih muda. Mereka yang mempunyai kedudukan tinggi diatas memeras dan memperbudak yang dibawah. Secara khusus, diskriminasi karena kasta, ras dan suku membantu kuatnya status quo bertahan dalam masyarakat. Yang kuat menindas yang lemah, segala cara digunakan untuk mempertahankan kedudukan yang nyaman dan enak. Oleh karena itu, perjuangan kita terhadap keadilan dan damai harus berdasar dan berakar pada suatu sikap hormat dan bakti yang mendalam terhadap setiap pribadi manusia sebagai ciptaan yang sangat berharga dimata Allah karena mereka adalah citra dan gambaran Allah.
Berikut ini adalah doa dari Michel Quiest yang mungkin bisa membantu kita mengembangkan rasa hormat bakti kita kepada setiap manusia dan ciptaan, tanda kongkrit rasa hormat bakti yang otentik terhadap Sang Pencipta dan Tuhan atas kita semua.

Doa:
Banyak sesama manusia hidup disekitarku, Tuhan.
Saya mencoba untuk melihat mereka sebagaimana mereka ada, jauh mengatasi sikap senang atau tidak senang, jauh melampau pandanganku dan pandangan mereka, jauh melampau tingkah lakuku dan tingkah laku mereka.
Saya berusaha untuk membiarkan mereka ada dihadapan pandangan mataku sebagaimana mereka ada dalam dirinya sendiri, dan aku tidak mendorong mereka untuk menyerang atau bertahan, bertindak sesuai dengan yang saya harapkan.
Saya berusaha untuk menghormatinya sebagai manusia yang berbeda dari diriku.
Saya berusaha untuk membuat mereka menjadi narapidana, tidak menguasai dia bagi diriku, dan tidak mengajak mereka untuk mengikuti semua kehendaku.
Saya berusaha untuk menjadi sederhana dihadapannya, tidak untuk menghancurkannya, merendahkannya dan memaksanya untuk menaruh hormat padaku.
Saya mencoba untuk melakukan ini semua Tuhan, karena manusia adalah unik, namun mereka kaya akan harta pribadi yang saya tidak bisa memilikinya. Saya adalah orang miskin Tuhan, yang berdiri didepan pintunya, telanjang, memohon, sehingga dari hatinya, O Kristus yang bangkit, saya mampu menangkap sekilas wajahMu yang tersenyum dan mengundangku masuk bersatu dalam persahabatan sejati. Amin.

DOA ADALAH... [2]

4. Doa adalah Jawaban terhadap situasi hidup yang kita hadapi
Betapa sering kita merasa atau dibuat merasa bahwa doa itu sesuatu yang seolah-olah tidak ada kaitannya dengan atau lepas dari kehidupan. Kita merasa bahwa untuk bisa berdoa kita harus meninggalkan aktivitas kita, memutuskan diri dari semua kegiatan dunia, mencari suatu tempat yang terpisah, tempat suci, memikirkan segala sesuatu yang saleh atau mengulang doa lewat ucapan bibir kita. Tak satu pun dari semua itu yang merupakan suatu yang penting untuk doa. Dalam kehidupan yang penuh tekanan ini, doa adalah apa pun yang secara spontan muncul dari dalam hati kita sebagai jawaban terhadap situasi hidup yang kita hadapi.
Dikatakan, bahwa pada awalnya bangsa Israel tidak mempunyai rumusan kata yang khusus untuk doa mereka. Bagi mereka berdoa adalah berseru, berteriak, bersyukur, bergembira, meminta, mohon ampun, sesuai dengan bagaimana keadaan seseorang saat itu dalam hubungannya dengan Allah. Dalam bukunya berjudul "The Hour of the Unexpected" John Shea menjelaskan hal ini dengan mengambil contoh dari kehidupan harian:
"Pertama-tama sesuatu terjadi pada diri kita. Seorang teman meninggal, seorang anak kecil tersenyum manis kepada kita, seorang nenek menolak untuk menjadi tua, seorang yang menginjak dewasa menemukan dirinya, merasa sangat sakit hati karena kelemahannya dibeberkan, tanpa diduga kita mendapat ciuman dari orang yang dicintai. Pertama-pertama sesuatu terjadi. Dan usaha kita yang paling utama adalah mencari motivasi atau alasan yang kurang baik. Segala yang direncanakan dengan sempurna gagal, tetapi rencana yang tidak dipikirkan serius, malah berhasil. Apa menjadi satu-satunya tujuan yang ingin dicapai, dialami sebaliknya. Ketika kita merenungkan kembali semua yang terjadi, kita berdiri terpaku kaku dan tidak tidak tahu mengapa ini terjadi. Pertama-tama sesuatu terjadi. Dalam saat-saat seperti itu, kita merasa dilemparkan kembali ke diri kita. Atau lebih tepat kita dihadapkan pada suatu Misteri yang tidak terjawab. Situasi seperti ini menyentak kesadaran kita terhada adanya "Sesuatu yang lain", "Yang sedang hadir", "Sang Belas Kasih", yang kepadaNya kita bisa datang dan pergi. Kesadaran akan adanya Misteri ini datang kepada kita dengan tiba-tiba. Hal ini memecahkan irama rutinitas kehidupan harian kita, menuntut perhatian khusus, dan memaksa kita untuk berdialog dengannya. Dalam situasi seperti ini mungkin kita akan berteriak, atau tertawa, menari atau menangis, menyanyi atau bukam. Namun demikian, apapun jawaban dan tanggapan kita, inilah barisan doa, inilah dorongan nurani manusia yang ingin kembali kepada sentuhan Allah".
Inilah hal-hal yang sering kita juga sering mengalami dalam hidup harian. Betapa kita sering berseru "Oh Gusti nyuwun kawelasan, Tuhan kasihanilah kami" (Oh, my God), terutama ketika kita sedang mengalami derita atau kaget dan kagum. Kita bungkam total menghadapi peristiwa tragis dalam hidup, menangis atau menitikkan air mata ketika kita melihat orang lain menderita. Di saat kita merasa terpisah jauh dari Allah dan menghadapi cobaan secara sporntan kita berseru "Tuhan tolonglah kami". Banyak orang yang telah membagikan pengalaman pribadinya mengatakan kepada kita bahwa khusus pada saat kita dalam keadaan krisis dan kritis, kita justru lebih banyak berdoa, walaupun tanpa disadari.
Doa yang timbul secara spontan dalam diri kita ini, tentunya bukan hanya satu-satunya bentuk doa. Namun hal ini mengingatkan kita untuk selalu mengkaitkan doa dengan peristiwa hidup kita. Membiarkan diri kita dipengaruhi oleh realitas hidup saat ini, dan menjawabnya dari level atau tingkat yang lebih dalam dari hidup kita, sebagai Jesus sendiri lakukan.

"Tuhan yang hidup dan penuh kasih, Engkau terus menerus mengingatkan kami bahwa engkau selalu siap menjumpai kami dalam segala siatuasi, kapan saja dan di mana saja.
Engkau meminta kepada kami supaya selalu ada bersamamu dalam diri kami dan dalam hati yang terdalam, di mana RohMu sendiri hadir dan berkarya
Berilah kami kekuatan untuk menjawab setiap situasi hidup kami dengan semangat yang pernah ditunjukkan Jesus kepada kami, rela sengasara demi kebenaran dan penuh belas kasihan bagi mereka yang membutuhkan.
Semoga setiap saat dalam hidup kami menjadi doa yang tak terucapkan bagi mereka yang menderita dan dunia yang rusak ini." Amin.

5. Mengucap syukur dan Terima kasih
Salah satu hal yang utama yang pernah diajarkan kepada kita oleh orang tua waktu masih kecil adalah untuk mengatakan 'terima kasih'. Mungkin kebiasaan ini masih saja dipegang oleh banyak dari antara kita, atau sebaliknya dilupakan sama sekali. Kita menyadari bahwa attitude ini adalah dasar yang paling utama bagi perkembangan kehidupan jasmani maupun rohani yang lebih matang. Syukur dan terima kasih adalah jalan menyakinkan menuju kepada kebahagiaan sejati.
Dalam Injil betapa sering kita menemukan Tuhan Jesus mengucap syukur kepada BapaNya: "Aku bersyukur kepadaMu sebab engkau telah menyatakan semua ini kepada mereka yang kecil dan tak terpelajar, apa yang engkau telah sembunyikan dan orang-orang bijak dan cerdik" (Luk 10:21) "Aku bersyukur kepadaMu, Bapa, bahwa enggkau mendengarkan Aku" (Joh 11"45). Sebelum membuat mukjijat Jesus selalu mengucap syukur. Ia begitu kecewa terhadap sikap tak tahu terima kasih dari sembilan orang yang telah disembuhkan dari penyakit lepra itu. Hanya satu yang datang kepada Jesus untuk mengucapkan terima kasih, dan orang itu pun orang Samaria. Dan puncak dari pemberian diri Jesus sebelum sengasaranya dan wafatnya, terjadi dalam perjamuan terakhir, di mana Ia secara total menyerahkan diriNya dalam Ekaristi, yang artinya sendiri adalah syukur.
'Setiap pemberian yang baik dan sempurna datang dari atas, dari Allah Terang' (Jak 1:17). Dalam mengepresikan sikap terima kasih dan syukur kita terhadap Tuhan, kita bisa membedakannya dalam tiga tingkat kategori. Pertama orang yang hanya mengungkap syukur terima kasih kepada Allah atas hal-hal tertentu yang diterima sebagai rahmat yang luar biasa, misalnya pengalaman iman yang luar biasa, atau diselamatkan dari bahaya kematian. Kategori kedua adalah orang yang bersyukur dan berterima kasih atas anugerah kecil yang diterima setiap hari, tetapi menjadi kecewa dan sedih atau ragu akan kasih Tuhan ketika harus berhadapan dengan penderitaan atau kesulitan hidup. Ketiga, dan ini tidak banyak, adalah kategori orang yang mengucapkan syukur kepada Tuhan atas segala waktu, segala hal, bahkan hal-hal yang biasa dan nampak tak berarti, segala yang telah diterima sebagai rahmat dan berkat. Kedewasaan rohani orang seperti ini bisa tumbuh berkembang dan hidup, bahkan dalam peristiwa yang nampaknya begitu negatif. Dengan kata lain orang yang mempunyai kedewasaan rohani seperti ini akan selalu melihat kehadiran Tuhan dalam segala peristiwa hidup mereka, baik dari sisi gelap maupun terang.
Sikap syukur terhadap Tuhan dan sesama harus menjadi satu pilar kekuatan yang mendasari kehidupan orang-orang kristiani. Dan ini adalah salah satu aspek dari kehendak Tuhan terhadap hidup kita, sebagaimana diungkapkan oleh St. Paulus dalam surat pertama kepada umat di Tesalonika: "Bergembiralah selalu, berdoa setiap saat, dan mengucap syukur dalam segala situasi. Inilah yang Tuhan kehendaki dari padamu dalam kehidupanmu, dalam persatuan dengan Tuhan kita Jesus Kristus (1Tes 5:16)

Berikut ini adalah doa yang diambil dari Joe Mannath "You surprised me":
Begitu banyak aku telah berhutang padamu. Saya tidak tahu dimana ini mulai.
RahmatMu tidak tak terbilang banyaknya, siapa dapat menghitungnya?
Terima kasih bahwa saya Engkau karunia hidup dan kemampuan untuk mengatakan terima kasih. Syukur atas segala yang telah saya miliki, terutama diriku ini.
Engkau tidak mengharapkan balasan terima kasih, engkau mengatakan.
Maka terima kasih atas semuanya itu - atas kasihmu terhadap kami yang tanpa syarat, tanpa menunggu balasan terima kasih kami.
Semua ini jauh dari pengetahuan kamu yang miskin ini - bahwa kasih bisa begitu penuh diberikan - dan diberikan semuanya tanpa meminta balasan kembali.
Apa yang harus aku katakan. Bagaimana aku harus bersyukur dan berterima kasih?
Yang bisa saya katakan adalah apa yang sejauh ini bisa keluar dari hatiku
Ketika kami merasa didorong untuk memujimu, walaupun ini tidak menambah apa-apa dalam kemulianMu, tetapi semua ini muncul dari sumber kelemah-lembutanMu.
Terima kasih atas cinta yang tak terungkapkan dalam kata!
Saya tetap belum mampu memahami apa yang telah engkau lakukan untukku, apa yang akan kau perbuat untukku dan apakah cintamu mampu melakukan ini.
Terima kasih, syukur dan terima kasih. Terimalah kata-kata ku, suara diam tanpa arti,
Seluruh hidupku adalah syukur dan terima kasihku.....
Terima kasih, Tuhanku, Kasihku dan Engkau segalaNya bagiku.
Terima kasih atas keinginan untuk berterima kasih ini.


6. Mendengarkan Suara Allah
Atmosphere kita ini penuh dengan gelombang radio, walaupun hal ini tidak kita rasakan atau dengarkan, tetapi kita mengetahui bahwa mereka itu ada. Terutama ketika gelombang ini ditangkap oleh penerima gelombang, seperti misalnya radio transistor. Bila radio itu rusak, tentunya kita tidak bisa menangkap apa-apa. Namun bila radio itu bekerja dan dalam kondisi yang baik, kita bisa menangkap siaran, mungkin penuh dengan suara-suara dan gangguan. Namun bila hal ini sungguh pada gelombang pemancar yang tepat, kita akan mendapat siaran yang jelas dan suara yang bening.
Dunia sekitar kita juga penuh dengan pesa-pesan Tuhan dan komunikasi. Apakah kita menyadari hal ini? Apakah kita merasa sungguh menikmati gelombang suara Allah dan menerimanya? Hal ini hanya bisa terjadi bila antena kita siap menerima Roh Allah, maka sabda Allah itu akan mengena dalam hati kita.
Ada dua gangguan yang mungkin bisa menjadi penghalang kita untuk bisa mendengarkan suara Tuhan yang berbicara kepada kita: (a). Suara-suara yang datang dari luar diri kita; dalam hal ini bisa jadi lewat media, baik yang berupa media cetak; koran, majalah atau buletin maupun media elektronik; tv, film, iklan. Hal ini seringkali membombarding kita dan menjerat kita untuk mencapai sukses dengan mudah, bersaing, menjadi individualis dan mencari kepuasan pribadi, dan tidak jarang bahwa hal ini bertentangan dengan apa yang Tuhan sedangkan katakan kepada kita. (b). Aneka suara yang datang dari dalam diri kita; yakni keinginan dan kebutuhan kita, ambisi pribadi kita, gagasan yang terlalu hiperaktif, imaginasi dan perasaan-perasaan kita, sering membuat suara Tuhan menjadi semakin kecil untuk bisa didengarkan.
Dalam Kitab Raja-Raja bab 19 dikatakan bahwa Tuhan datang kepada nabi Elia yang sedang mengalami putus asa dalam menghadapi hidup dan misinya. Tuhan tidak hadir dan ditemukan dalam kemurkaannya atau dalam bencana alam atau di dalam api, tetapi lewat tiupan angin sepoi-sepoi basa. Maka untuk bisa menangkap kehadiran yang sepoi-sepoi itu, kita membutuhkan keterbukaan, perhatian dan hati yang siap sedia menerima untuk bisa menangkap apa yang Tuhan sedang katakan kepada kita. Tidak hanya lewat Kitab Suci dan doa, tetapi juga melalui pribadi sesama kita dan kejadian-kejadian yang kita alami setiap hari.

Berikut ini adalah suatu doa yang diadaptasikan oleh William Barclay:
Tuhan, kami berdoa kepadamu seperti Samuel berdoa: Berbicaralah Tuhan, hambaMu mendengarkan. Bersabdalah kepada kami sabda yang kami butuhkan, dan tolonglah kami itu mendengarkan. Bersabdalah kepada kami
sabda yang menguatkan kami ketika kami lemah dan tidak berdaya, sabda peringatan ketika kami menjauh dari padaMu, sabda penghiburan ketika hidup melukai kami, sabda penuntun jalan ketika kami tidak tahu apa yang harus kami lakukan dan kemana kami harus pergi, sabda kekuatan yang memampukan kami menolak segala pencobaan, sabda kekuatan yang membuat kami mampu bekerja dan kuat menerima beban hidup kami. Apa pun sabdaMu yang kami perlukan, bersabdalah sekarang ini kepada kami.
Biarkanlah kami mendengarkan sabdaMu ya Tuhan, seperti Engkau bersabda kepada kami melalui Kitab SuciMu, dan secara khusus melalui hidup Jesus Kristus;
melalui teman seperjalanan dan orang asing yang berjalan bersama kami, lewat dunia hidup kami yang baik yang sukses maupun yang gagal, mulia atau memalukan, melalui mulut dan hidup orang-orang miskin dan rakyat jelata, di dalam keheningan hidup kami dan dalam kemantapan hati kami.
Ambillah dari kami segala hal yang menghalangi kami untuk bisa mendengarkan sabdaMu. Ambillah dari kami budi yang resah dan hati kami yang tertutup yang membuat kami menjadi tuli akan sabdaMu, kehendak pribadi yang meremehkan kebenaran, kecurigaan yang berlebihan yang menghalangi kami menerima kebenaran, dan hanya melihat apa yang kami inginkan, keinginan untuk tidak digangu, yakni takut akan kebenaran.
Bantulah kami untuk mendengarkan sabdaMu dalam segala cara yang datang kepada kami, dan untuk menjawabnya dengan penuh iman dan tanpa kompromi, lewat teladan PutraMu Jesus Kristu Tuhan dan pengantara kami. Amin.
salam dan doa
MoTe

DOA ADALAH... [1]

1. Hubungan atau relasi
Sebagaimana cinta adalah suatu hubungan timbal balik, suatu pertemua, perjumpaan pribadi, demikian pula hal doa adalah suatu hubungan timbal balik atau relasi dengan Pribadi yang lain, yaitu Tuhan. Bila kualitas hubungan dengan Allah ini berkembang, maka doa kita juga semakin dalam dan hidup kita akan menemukan maknan yang semakin dalam. Hubungan ini seringkali juga diwarnai oleh perasaan-perasaan kita, seperti misalnya takut, kuatir, malu, marah, bosan, wajib, pengharapan, kepercayaan cinta dan kegembiraan.
Kualitas dan cara kita berhubungan dengan Allah ini tergantung pada pola tingkah laku dan cara berpikir serta merasakan tentang kehadiranNya, atau sesuai dengan gambaran kita akan Allah. Banyak diantara kita yang mempunyai gambaran Allah yang negatif, yang bisa jadi berasal dari dar masa kecil kita dan yang kemudian dipengaruhi oleh kehidupan keluarga dan pendidikan yang kita dapat, budaya dan agama. Bahkan bila kita membaca Kitab Suci, terutama dalam Perjanjian Lama kita menemukan gambaran Allah yang negatif ini. Kadang kala Allah digambarkan sebagai Allah yang menghancurkan, menghukum, mengutuk atau mengancam kehidupan manusia.
Namun bila kita membaca Perjanjian Baru, gambaran Allah menjadi lebih positif, terutama kehadiran Jesus di dunia mewahyukan wajah Allah yang sebenarnya, yakni Bapa yang penuh kasih, yang memberikan matahari dan hujan kepada orang baik dan juga orang jahat (Mat 5:45). Allah juga digambarkan sebagai Gembala yang baik yang mencari dombanya yang hilang, mengampuni dan menerima pendosa yang bertobat. (Luk 15) Tuhan juga tidak pernah memperhitungkan dosa dan kesalahan yang telah diperbuat. Ia melupakan dosa yang kita perbuat bila kita bertobat, karena ‘cinta kasih tidak pernah menyimpan kesalahan’ (1Kor 13:5). Tuhan juga digambarkan sebagai Tuhan yang begitu dekat dan penuh perhatian kepada kita, karena Dia adalah Emmanuel, Tuhan berserta kita. Tuhan juga bukan Tuhan yang mencintai hanya bila kita berbuat baik. Ia mencintai kita tanpa syarat dan menerima kita sebagaimana kita ada. Bahkan ketika kita berdosa dan meninggalkan Dia, “Tuhan tetap menunjukkan betapa Dia sungguh mencintai kita, bahkan ketika kita berdosa, Jesus rela mati untuk kita.” (Rom 5:8)
Selain itu betapa banyak diantara kita yang mempunyai gambaran Allah yang tidak tepat atau salah. Misalkan ada yang mempunyai hubungan dengan Allah seperti hubungan bisnis, seperti seorang pedagang yang melakukan tawar menawar. “Saya berjanji untuk melakukan ini dan itu bila Engkau memberikan apa yang aku mau.”. Atau Tuhan digambarkna sebagai seorang ‘dalang’ yang mempermainkan kehidupan kita dan dunia. Nampak dalam diri kita, yang selalu menyalahkan Allah bila terjadi bencana atau penderitaan. Allah juga dirasakan sebagai ‘pembebas derita’, kita datang mendekat disaat kita butuh, terutama bila kita sedang mengalami kesulitan.
Sering kita tidak menyadari bahwa kita mempunyai gambaran Allah yang demikian. Gambaran yang demikian sungguh sangat mempengarahi hubungan atau relasi kita dengan Allah. Tidak hanya itu, tetapi juga mempengarahui tingkah laku dan sikap kita terhadap sesama, diri kita sendiri dan hidup.
Bila kita ingin memperdalam kehidupan doa yang lebih baik, langkah utama yang perlu kita lakukan adalah meninggalkan gambaran Allah yang demikian dan menggantinya dengan gambaran Allah yang benar, yang nampak dalam diri Jesus Kristus.
Hubungan antar pribadi tumbuh berkembang, bila kita saling mengenal lebih baik, bebagi pengalaman, bekerja sama dengan yang lain, mencari keindahan, keunikan dan mistri pribadi yang lain. Dan proses ini merupakan proses sepanjang hidup. Demikian pula yang harus terjadi dalam hubungan kita dengan Allah. Kita bisa mengenal sabda Allah dengan baik dan kehendakNya lewat Kitab Suci dan juga dalam kehidupan para murid-muridNya. Kita juga bisa belajar ‘membaca tanda jaman’ atau kehendaknya melalui segala hal yang terjadi di dunia ini. Kita juga bisa memberkan diri kita dalam pelayanan kepad mereka yang membutuhkan, dari dia kita bisa belajar banyak. Kita akan menjadi lebih setia dan menganggap penting untuk selalu bertemu dengan Tuhan dalam doa, karena kita tahu lewat itu, Tuhan mau berbicara dalam hati kita. Diatas semua itu, kita akan semakin sadar bahwa Tuhan berkendak, lebih dari yang kita inginkan, hubungan yang begitu akrab dengan kita, dan selalu siap untuk menolong kita bila kita memerlukan.
St. Benediktus memberikan contoh doa pendek dan sederhana, sbb:
Allah Bapa penuh rahmat dan kesucian;
Berilah kami kebijaksanaan untuk mengenalMu,
Kemampuan untuk memehamiMu,
Kesetiaan untuk mencariMu,
Kesabaran untuk menungguMu,
Mata untuk memandangMu,
Hati untuk merenungkanMu, dan hidup untuk mewartakanMu,
Melalui kuasa Roh Jesus Kristus, Tuhan kami. Amen.

2. Jawaban kita terhadap hidup
Betapa sering merasa atau dibuat merasa bahwa doa itu sesuatu yang tidak ada kaitannya dengan atau lepas dari kehidupan. Kita merasa bahwa untuk bisa berdoa kita harus meninggalkan aktivitas kita, memutuskan diri dari semua itu, mencari suatu tempat yang terpisah, tempat suci, memikirkan segala sesuatu yang saleh atau mengulang doa lewat ucapan bibir kita. Tak satu pun dari semua itu yang merupakan suatu yang penting untuk doa. Dalam kehidupan yang penuh tekanan ini, doa adalah apa pun yang secara spontan muncul dari kedalaman hati kita sebagai jawaban terhadap situasi hidup yang kita hadapi.
Dikatakan, bahwa pada awalnya bangsa Israel tidak mempunyai rumusan kata yang khusus untuk doa mereka. Bagi mereka berdoa adalah berseru, berteriak, bersyukur, bergembira, meminta, mohon ampun, sesuai dengan bagaimana keadaan seseorang saat itu dalam hubungannya dengan Allah. Dalam bukunya berjudul "The Hour of the Unexpected" John Shea menjelaskan hal ini dengan mengambil contoh dari kehidupan harian:
"Pertama-tama sesuatu terjadi pada diri kita. Seorang teman meninggal, seorang anak kecil tersenyum manis kepada kita, seorang nenek menolak untuk menjadi tua, seorang yang menginjak dewasa menemukan dirinya, merasa sangat sakit hati karena kelemahannya dibeberkan, tanpa diduga kita mendapat ciuman dari orang yang dicintai. Pertama-pertama sesuatu terjadi. Dan usaha kita yang paling utama adalah mencari motivasi atau alasan yang kurang baik. Segala yang direncanakan dengan sempurna gagal, tetapi rencana yang tidak dipikirkan serius, malah berhasil. Apa menjadi satu-satunya tujuan yang ingin dicapai, dialami sebaliknya. Ketika kita merenungkan kembali semua yang terjadi, kita berdiri terpaku kaku dan tidak tidak tahu mengapa ini terjadi. Pertama-tama sesuatu terjadi. Dalam saat-saat seperti itu, kita merasa dilemparkan kembali ke diri kita. Atau lebih tepat kita dihadapkan pada suatu Misteri yang tidak terjawab. Situasi seperti ini menyentak kesadaran kita terhada adanya "Sesuatu yang lain", "Yang sedang hadir", "Sang Belas Kasih", yang kepadaNya kita bisa datang dan pergi. Kesadaran akan adanya Misteri ini datang kepada kita dengan tiba-tiba. Hal ini memecahkan irama rutinitas kehidupan harian kita, menuntut perhatian khusus, dan memaksa kita untuk berdialog dengannya. Dalam situasi seperti ini mungkin kita akan berteriak, atau tertawa, menari atau menangis, menyanyi atau bukam. Namun demikian, apapun jawaban dan tanggapan kita, inilah barisan doa, inilah dorongan nurani manusia yang ingin kembali kepada sentuhan Allah".
Inilah pula kita juga sering mengalami dalam hidup harian: Kita berseru "Oh Gusti nyuwun kawelasan, Tuhan kasihanilah kami" (Oh, my God) ketika kita sedang mengalami derita atau kaget dan kagum. Kita bungkap total menghadapi peristiwa tragis dalam hidup, menangis atau menitikkan air mata ketika kita melihat orang lain menderita. Di saat kita merasa terpisah jauh dari Allah dan menghadapi cobaan secara sporntan kita berseru "Tuhan tolonglah kami". Banyak orang yang telah membagikan pengalaman pribadinya mengatakan kepada kita bahwa khusus pada saat kita dalam keadaan krisis dan kritis, kita justru lebih banyak berdoa, walaupun tanpa disadari.
Doa yang timbul secara spontan dalam diri kita ini, tentunya bukan hanya satu-satunya bentuk doa. Namun hal ini mengingatkan kita untuk selalu mengkaitkan doa dengan peristiwa hidup kita. Membiarkan diri kita dipengaruhi oleh realitas hidup saat ini, dan menjawabnya dari level atau tingkat yang lebih dalam dari hidup kita, sebagai Jesus sendiri lakukan.

"Tuhan yang hidup dan penuh kasih, Engkau terus menerus mengingatkan kami bahwa engkau selalu siap menjumpai kami dalam segala siatuasi, kapan saja dan di mana saja.
Engkau meminta kepada kami supaya selalu ada bersamamu dalam diri kami dan dalam hati yang terdalam, di mana RohMu sendiri hadir dan berkarya,
Berilah kami kekuatan untuk menjawab setiap situasi hidup kami dengan semangat yang pernah ditunjukkan Jesus kepada kami, rela sengasara demi kebenaran dan penuh belas kasihan bagi mereka yang membutuhkan.
Semoga setiap saat dalam hidup kami menjadi doa yang tak terucapkan bagi mereka yang menderita dan dunia yang rusak ini." Amin.

3. Doa adalah membuka diri dihadapan Allah
Perkembangan relasi interpernal terjadi bila dua pribadi yang saling berhubungan semakin membuka diri mereka masing-masing. Berbagi diri tidak hanya dalam hal informasi dan ide, tetapi lebih-lebih berbagi perasaan, keinginan, nilai, keyakinan dan harapan. Keterbukaan ini tidak hanya terjadi hanya pada dua orang itu saja, tetapi meluas kepada orang lain. Semakin mereka semakin terbuka satu sama lain, dia juga semakin menerima orang lain sebagaimana mereka ada, menanggapi dan menjalin hubungan dengan mereka secara positif dan penuh kasih.
Hal yang demikian terjadi pula dalam kaitannya dengan Allah. Sikap yang paling esensial bagi orang berdoa adalah membua diri dihadapan Tuhan, kepada misteri kasihNya yang total dan tanpa pamrih kepada manusia - sesuatu yang tidak mudah dimengerti dan diterima. Keterbukaan ini adalah kesediaan diri untuk menempatkan hidupku kita dan segala seginya di dalam tanganNy. Dengan penuh kepercayaan membiarkan Allah membimbing dan membentuk kita, tanpa tuntutan dan syarat. Disini keterbukaan kepada Tuhan membawa kita juga lebih terbuka kepada sesama kita. Kita bisa juga mengatakan bahwa keberadaan kita yang terbuka ke arah Allah akan nampak dalam perkembangan keterbukaan kita kepada sesama yang ada disekitar kita.
Di dalam bukunya "As Bread that is Broken" Peter Van Breemen memberi perbandingan demikian:
"Doa berarti berada bersama dengan Tuhan yang hadir dengan tangan dan hati yang terbuka. Banyak hal dalam hidup kita yang saya genggam sebagai dalam kepalan tangan saya, misalnya segalam milik diri, teman-teman, ide-ide, prinsip dan gambaran diri. Sebenarnya bila saya membuka kepalan tangan saya, semua itu masih tetap bersama saya. Tak satu pun yang jatuh dari tangan saya. Maka saya harus membuka tangan saya, dan itula doa. Sementara itu, bila saya cukup rela membuka tangan saya, Tuhan akan datang menyapa kita. Ia akan menengok dan melongok tangan saya untuk melihat apa yang saya punya di situ. Mungkin di heran, bahkan kita mempunyai banyak hal di dalamnya. Kemudian Dia melihatku dan meminta: " Apakah kamu keberatan bila saya ambil ini sedikit" dan saya menjawab: Tentu tidak, silahkan mengambilnya, untuk itulah mengapa saya di sini membuka tanganku" Atau mungkin lain waktu Tuhan akan datang dan berkata: "Apakah kamu mau bila saya meletakkan sesuatu yang lain ditangamu?" Dan saya menjawab: "Tentu, mengapa tidak?"
Inilah inti dari doa. Mungkin Tuhan mengambil dari kita, dan mungkin juga memberi sesuatu kepada kita. Mungkin tak seorang bisa melakukan ini, tetapi Tuhan mungkin, karena Dia adalah Allah. Saya hanya perlu membuka hati dan tanganku, dan diam disana selama perlu bagi kehadiran Tuhan".
Bila kita meminta keterbukaan ini, hal ini akan berpengaruh terhadap penerimaan kita akan kehadiraanNya dalam hidup kita. Paling tidak, kita akan semakin melihat kehadiran dan karyaNya yang tersembunyi namun nyata. Selain itu kita juga memohon supaya hati kita semakin terbuka terutama terhadap saudara-saudari kita, terutama semakin terbuka untuk menerima keunikan masing-masing pribadi dengan segala-macam kebutuhannya.

"Tuhan yang hidup dan penuh kasih, ketika Engkau datang kepada kami dalam diri Jesus,
dunia tidak mengenalmu dan menerimaMU.
Engkau tetap hadir di saat dan di tempat di mana kami yakin Engkau tidak hadir.
Ambillah kebutaan mata dan hati kamu, biarkalan kami mengenalmu di dalam segala kejadian hidup sehari-hari kami, khususnya di dalam sesama kami, di dalam diri orang asing dan di dalam diri saudara kami yang membutuhkan.
Dengan keterbuaan hati kepadaMu dan kepada sesama,
semoga kami memiliki kebahagiaan untuk mendengarkan sabdaMu tanpa henti:
"Apapun yang kamu lakukan bagi saudara-saudariku yang paling hina ini, kau lakukan untuk Aku" Amin.
salam dan doa
MoTe

Saturday, February 25, 2006

MEDITASI ALA CARMELITE

Tokoh utama yang sangat berperan dalam mengembangkan meditasi ala Carmelite ini adalah St. Theresia dari Avila. Ia adalah seorang suster dari kongregasi Carmelite. Ia berasal dan lahir di kota yang bernama Avila di Spanyol dan hidup antara tahun 1515-1582.
Metode dari sekolah Spiritualitas Carmelite ini dibagi dalam beberapa bagian. Sangat mudah untuk diingat dan sangat 'applicable' untuk segala situasi. Tema dan bahan meditasi yang digunakan bisa disesuaikan dengan kebutuhan kita. Selain itu waktu yang dibutuhkan dalam meditasi ini juga relatif singkat. Bagi mereka sudah yang terbiasa menjalankan meditasi waktu yang baik dan memungkinkan bisa berkonsentrasi dengan penuh adalah 30 menit. Bagi anda para pemula, gunakan waktu sesuai dengan situasi dan kemampuan anda.

Langkah-langkah Meditasi

a. Persiapan
Dalam awal meditasi ini kita mempersiapkan hati kita dengan menyadari kehadiran kita dihadapan Tuhan. Selain menyadari kehadiran kita, kita juga menempatkan diri dihadapan Allah. Sampailah pada keyakinan dan pengalaman bahwa anda sungguh duduk dihadapan Allah dan kehadiran Allah anda rasakan dalam awal meditasi ini. Tanda kongkrit yang bisa diketahui adalah bahwa anda mengalami keheningan diri.

b. Menentukan Tema meditasi
Sebenarnya dalam menentukan tema meditasi ini bisa dilakukan sebelum anda bermeditasi. Yang perlu diperhatikan dalam menentukan tema atau memilih perikopa dari Kitab Suci di sini adalah bahwa perikopa atau tema meditasi itu sesuai dengan situasi yang anda butuhkan. Hal ini penting karena meditasi ini harus membawa buah bagi kehidupan kongkrit anda. Dalam tulisan berikatnya kita akan melihat lebih lanjut beberapa tema dan perikopa yang bisa kita gunakan sebagai bahan atau tema meditasi
Dalam tahap ini anda harus sudah yakin dengan bahan yang akan digunakan sebagai sarana refleksi dalam meditasi. Jadi dalam langkah ini anda tidak laku merasa ragu atau masih bingung untuk menentukan bahan mana yang akan digunakan sebagai tema meditasi.

c. Merenungkan Kitab Suci
Beberapa langkah yang selalu harus dilakukan dalam merenungkan Kitab Suci adalah:
- membaca dengan pelan-pelan
- menyimak bacaan dengan lebih teliti dengan lebih memperhatikan tokoh, lokasi atau tempat, suasana dan orang-orang yang terlibat dalam peristiwa, aksi dan reaksi.
- Dalam suasana hening kita renungkan atau refleksikan isi perikopa. Dalam merenungkan perikopa Kitab Suci ini beberapa faktor pokok ini perlu mendapat perhatian, imagination, listening, feeling dan reflecting.

d. Dialog dengan Tokoh
Langkah selanjutnya adalah menentukan tokoh yang dianggap sesuai atau cocok dengan situasi anda. Tokoh ditampilkan sebagai figur yang ingin diteladani. Dengan tokoh ini anda bisa berdialog atau berbicara.
Ambil salah satu contoh dari Johanes 13:1-15, mengenai peristiwa 'Jesus membasuh Kaki Para Rasul'. Tokoh yang ingin anda teladani adalah Jesus, misalnya. Tuhan Jesus, engkau telah membasuh kaki para Rasul....Bagaimana dengan saya.... Mohon ampun atas segala kesalahan saya yang kurang setia mengikuti Engkau. Hari ini aku berniat untuk memperbaharuai hidupku untuk lebih setia menjadi pengikutMu dll.

e. Ucapan Syukur
Tahap selanjutnya dari metode ini adalah ucapan syukur kepada Tuhan. Ucapan syukur ini terutama karena kehadiran Tuhan yang dirasakan dan dialami dalam meditasi dan dalam hidup. Kemudian ucapan syukur juga terarah kepada Roh Kudus yang memberikan inspirasi dan menolong kita untuk menentukan perikopa Kitab Suci yang tepat dan sesuai dengan kebutuhan kita dalam meditasi ini. Terima kasih kepada Jesus yang telah memanggil kita untuk mengikutiNya.

f. Persembahan diri
Seperti dalam meditasi ala Ignatius, dalam meditasi ala Carmelite ini mempersembahkan diri seutuhnya kepada Tuhan menjadi bagian penting. Pasrah total kepada Tuhan sebagaimana adanya. Pasrah jiwa badan dan segala rasa dan perasaan. Namun juga mempersembahkan apa yang kita miliki, kesehatan, kekayaan, talenta atau kemampuan, keutumaan, segala dosa dan kesalahan.

g. Permohonan
Akhir dari tahap atau langkah dari meditasi ini adalah doa permohonan. Terutama dalam permohonan ini kita memohon kepada Tuhan supaya memberikan karunia dan rahmat, tetapi juga memohon kekuatan dan kemampuan untuk bisa meneladi Jesus. Atau dengan kata lain supaya kita bisa menjadi orang Kristen yang sejati dalam hidup sehari-hari. Terus-terus menurus berproses menjadi seperti Jesus.

MEDITASI ALA ST. IGNATIUS (2)

Dalam metode B. ini meditasi lebih menekankan pada aspek 'penyerahan total' kehendak, akal budi, pikiran hati dan seluruh jiwa. Hal ini sesuai dengan prinsip St. Ignatius yang yang ia meliki adalah milik Allah dipersembahkan demi keagungan dan kemuliaan namaNya. Baginya mendapat 'rahmat Allah' adalah segala-galanya.
Kesatuan dengan Jesus menjadi arah dan tujuan dari meditasi ini. Kesatuan ini bisa dicapai dengan melibatkan diri dalam peristiwa yang dialami oleh Jesus dalam perikopa yang sedang direnungkan. Maka sarana pendukung meditasi, apakah itu berupa perikopa Kitab Suci, peristiwa hidup, atau alam ciptaan yang digunakan dalam meditasi cukup menentukan rahmat yang akan diterima. Selain itu daya imaginasi kita juga mempengaruhi proses meditasi.
Meditasi metode B sangat baik bila dilakukan dalam rangka retret bersama, atau dalam pertemuan doa bersama, karena setelah meditasi dianjurkan untuk sharing pengalaman bersama mereka menjalankan meditasi.
b. Metode B.
Contoh Meditasi dengan menggunakan Kisah Orang Buta yang disembuhkan (Luk 18:35-43).
1. Ciptakan keheningan diri sampai anda merasakan kedamaian hati yang secukupnya.
Dalam hal ini baik sekali bila anda berusaha menyadari penuh kehadiran Tuhan dalam diri anda dan sekitarnya. Rasakan harmonisasi dalam diri anda, dengan alam dan dengan situasi disekitar anda. Merasa yakinlah bahwa Tuhan juga hadir dalam diri anda dan disekitar anda.
2. Baca dan renungkan Kitab Suci hingga anda merasa sangat akrab dan mengerti kisah itu. Kemudian bembayangkan peristiwa perikopa Kitab Suci: Ambil contoh kutipan Kitab Suci diatas: Setelah itu libatkan diri anda masuk dalam peristiwa Kitab Suci itu. Ambil salah satu peran yang ada, atau anda memerankan diri anda sendiri. Yang penting bahwa anda ada dan terlibat dalam kisah itu.
- Bayangkan, atau imajinasikan bahwa anda sedang duduk di pinggir jalan, bayangkan bahwa diri anda menjadi si pengemis buta.
- Jesus lewat dijalan itu bersama dengan para muridNya
- Rasakan apa yang sedang bergerak dalam hatimu, dan bagaimana reaksi anda?
- Bagaimana anda menyambut atau menanggapi kehadiran Jesus pada saat itu.
3. Refleksi - Hadir bersama Jesus
Kesadaran akan kehadiran Jesus dalam diri anda, dan kehadiran anda bersama Jesus dalam imaginasi anda menimbulkan suatu perjumpaan dari hati ke hati. Inilah saat yang penting, inilah saat dimana anda secara pribadi bisa berbicara, omong dari hati-kehati (curhat).
- Maka gunakan saat hening ini untuk share dengan Jesus segala kegundahan hati, kekhawatiran, kegelisan, ketakutan, rasa sakit hati, derita karena penyakit, kesalahan anda, kegagalan dan segala kesulitan anda hadapi baik secara pribadi maupun dalam hidup bersama.
- Inilah saat bagi anda untuk berbagi derita dan kegembiraan dengan Jesus. Bicaralah seperti anda berbicara dengan teman yang paling dekat dengan anda.
4. Pasrah diri dalam KasihNya.
- Sebagai mana orang buta yang yakin bahwa Jesus mampu menyembuhkan dirinya, karena dia tahu bahwa Dia adalah Messias, maka serahkan diri anda sepenuhnya kedalam tanganNya.
- Pasrah total kepadaNya dan mintalah supaya Jesus menyentuh hatimu dan menyembuhkan segala luka hidupmu. Ingatlah apa yang dikatakan Jesus "Imanmu telah menyelamatkanmu, pergilah dalam damai"
5. Penutup
Meditasi ini diakhiri dengan doa Bapa Kami. Doakan doa ini pelan-pelan, daraskan kata demi kata dan rasakan kekuatannya. Yakinlah bahwa setiap kata yang keluar dari mulut anda mempunyai seribu makna.
Setelah selesai doa ini, tutuplah dengan Kemuliaan kepada Bapa....

Notes:
Setelah selesai meditas, ambilah waktu kurang lebih 15 menit untuk melihat kembali meditasi anda. Dan me'review' meditasi ini gunakalah pertanyaan ini sebagai bantuan untuk memperdalam makna dan menyadari rahmat yang anda terima dalam meditasi ini.
Bila meditasi ini terjadi dalam kelompok, hasil refleksi dari 'review' bisa disharingkan kepada anggota kelompok. Tujuan dari sharing ini adalah untuk memperkaya iman dan menyadari bagaimana Tuhan berkarya dalam setiap orang.
Pertanyaan pembantu:
- Apa yang terjadi, apa yang saya alami selama meditasi ?
- Adakah hal yang menyentuh hati, yang saya rasakan sebagai kehadiran Tuhan ?
- Adakah 'desolusi' atau hal-hal yang saya alami sebagai yang menganggu, mungkin suatu penolakan diri ketika hadir bersama Jesus?
- Adakan 'consulasi' atau suatu penghiburan hati yang saya terima dalam meditasi ? Perasaan bahagia yang sulit untuk bisa diceritakan atau disharingkan biasanya merupakan bentuk konsulasi yang datang dari Roh Kudus sendiri.
salam dan doa
MoTe

MEDITASI ALA ST. IGNATIUS (1)

St. Igantius adalah pendiri Ordo Serikat Jesus (SJ). Ia berasal dari Spanyol, sebagaian besar masa hidupnya dihabiskan di Italia. Ia hidup antara tahun 1491-1556.
Dalam tulisan ini kita akan mempelajari dua metode yang diajarkan yang sangat berpengaruh terutama dalam Latihan Rohani.
Kekhasan dari meditasi ala St. Ignatius ini terletak pada keterlibatan kita dalam peristiwa yang kita renungkan. Gaya ini tidak hanya mengandalkan kemampuan akal budi, pikiran dan kehendak, tetapi juga perasaan menjadi bagian integral dalam meditasi. Mengalami dan hadir dalam peristiwa yang direnungkan adalah bagian penting dari meditasi ini. Bahkan boleh dikatakan bahwa keberhasilan meditasi ini terletak sejauh mana saya mampu mengambil 'peran' dalam peristiwa yang saya renungkan itu. Karena dengan masuk dan terlibat dalam peristiwa itu kita diharapkan mampu bertemu dengan Tuhan. Dari pertemuan inilah kita bisa memetik hasil dan buah dari meditasi.
Harus diakui bahwa metode yang ditawarkan oleh St. Ignatius ini tidak gampang, bahkan boleh dikatakan berat sekali. Maka secara praktis metode pertama ini tidak begitu 'applicable' untuk mereka yang hanya mempunyai waktu singkat. Karena untuk bisa tuntas menggunakan gaya meditasi ini waktu yang dianjurkan kurang lebih satu jam. Dalam acara retret khusus mungkin hal ini bisa dijalankan, tetapi bagi kebanyakan kita yang hanya mempunyai waktu singkat, kiranya sulit sekali untuk bisa menggunakan meditasi ini.
Kekuatan dari meditasi ini adalah dalam proses. Kalau anda pernah ikut retret agung gaya St. Ignatius maka anda akan merasakan kuat kuasa dan ampuhnya meditasi ini. Terus terang meditasi ini berat, maka tidak mengherankan bahwa dalam retret agung, bagi mereka yang sungguh tidak siap dan mempunyai masalah berat sebelum dan tidak mampu diselesaikan akan mengalami 'gangguan jiwa'. Saya tidak menakuti anda, tetapi ada teman seretretan saya yang sungguh linglung dan menyerah, tidak mampu meneruskan retretnya.

a. Metode A.
1. Ambil waktu khusus dan luangkan kesempatan untuk beberapa menit dalam keheningan diri. Upayakan bahwa anda sungguh mengalami keheningan. Keheningan di sini diartikan sebagai kesendirian diri dalam harmonitas. Harmoni atau keselarasan diartikan sebagai "aku berada dan bersatu dengan..atau saya sungguh merasa damai dengan Alam, merasa damai dengan saudara-saudarai yang hidup dekat dan ada disekitar saya. Tetapi juga penting bahwa saya damai dengan diri saya dan Allah. Artinya saya tidak mempunyai masalah pribadi yang 'mengancam iman' saya terhadap Allah. Saya bahagia dan apa yang saya alami,miliki dan terima. Pengalaman akan keheningan ini akan menjadi 'pintu masuk' atau pengantar bagi kita untuk mengalami kesatuan pribadi antara saya dengan Allah dan dengan sesama disekitar saya.
2. Menyadari betul kehadiran Tuhan di dalam diri saya dan disekitar saya. Sulit untuk bisa dikatakan kapan persis Tuhan hadir, namun kesadaran akan kehadiran Tuhan ini perlu. Saya harus yakin dalam diri saya, bahwa Tuhan sekarang ini ada bersama saya dan juga hadir disekitar saya.
3. Kesadaran Tuhan yang hadir pada saat ini, mendorong saya untuk mempersembahkan pikiran, kehendak, ingatan dan imajinasi saya dan segala kebebasanku. Saya persembahkan kepada Tuhan apa yang ada dalam diriku, apa yang saya punya dan segala adaku, supaya Tuhan menggunakanku sesuai dengan yang dikehendakiNYa.
4. Membaca Kitab Suci. Ambil perikopa yang akan direnungkan, dibaca pelan-pelan. Renungkan dan mencoba untuk menangkap arti dan pesan yang akan disampaikan. Bila perlu baca beberapa kali hingga merasa sangat dekat dengan kisah ini. Munculkan pertanyaan sekilas yang membantu untuk membuat pikiran kita bekerja. Beri perhatian pada ayat yang menarik dan menyentuh.
Ambil contoh misalnya orang buta yang disembuhkan oleh Jesus (Luk 18:35-43). 'Apa yang kau inginkan aku perbuat bagimu? - ....segera .......memuji Tuhan.
5. Ambil beberapa saat untuk menggambarkan atau membayangkan situasi kongkrit dari awal sampai akhir dari peristiwa yang terjadi dalam injil. Bayangkan situasi batin, keadaan si pengemis buta, Jesus dan orang banyak yang hadir dalam peristiwa itu. Bila mungkin bayangkan segala peristiwa itu hingga sampai pada detil-detilnya.
Lakukan ini hingga anda mempunyai suatu 'frame' peristiwa yang jelas dan lengkap. Andaikan bahwa anda membuat film mengenai pengemis yang buta.
6. Setelah itu libatkan anda dalam peristiwa itu. Masuk dalam 'scene' menjadi salah satu dari pelaku dari peristiwa yang sedang dimeditasikan. Ambil salah satu peran, apa pun yang anda inginkan. Setelah itu renungkan segala peristiwa yang anda alami dan terjadi.
7. Dalam dialog refleksi dengan Tuhan, kita anda merenungkan setiap peristiwa yang terjadi, bisa jadi akan muncul refleksi seperi ini. Seperti sipengemis buta yang meminta Jesus rahmat untuk melihat. Ketika saya meminta kepada Tuhan rahmat bagi saya;
- sunguhkah saya memohon rahmat untuk bisa melihat dengan jelas?
- sungguhkah saya ingin bisa melihat?
- Bila saya tidak ingin benar-benar bisa melihat, saya akan mengatakan segala kesulitan yang saya hadapi untuk bisa menerima rahmat untuk melihat.
- bila saya sungguh mempunyai kesulitan atau halangan saya akan memohon kepada Tuhan untuk menolong saya mengatasi halangan dan kesulitan saya itu.
8. Bila ada merasa ada ayat, peristiwa yang sungguh menyentuh hati nikmati di situ. Jangan bergerak dan melanjutkan refleksi, tetapi nikmati 'insight' itu hingga tuntas. Bila anda merasa didalam ayat atau peristiwa itu anda merasa Tuhan berbicara, rasakan kehadirannya dan nikmati sentuhan kasihNya.
9. Selain itu, cara ini lain yang bisa digunakan untuk memperdalam isi, makna dan arti dari perikopa yang direnungkan atau dimeditasikan adalah dengan melihat aspek lain dari perikopa atau peristiwa Kitab Suci yang direnungkan.
- Apakah yang Tuhan ingin katakan lewat peristiwa dalam perikopa ini?
- Apakah perikopa ini sungguh menantang saya?
- Jesus bertanya kepada saya: "Apa yang kamu inginkan aku perbuat bagimu?"
- Jesus bertanya kepada saya; "apa yang kau harapkan dariku?"
- Lihatlah orang buta: Ia mengatahui bahwa Jesus adalah Messias. Ia sungguh percaya dan yakin kepada Jesus. Ia sungguh jujur terhadap permohonannya.
- Ia berkata: 'saya ingin supaya saya bisa melihat'. Dengan sepenuh badan, pikiran, hati dan jiwa ia meminta kepada Jesus kebaikan hatiNya.
- Apa yang Jesus katakan; 'Imanmu telah menyelematakanmu' Orang buta menjadi sembuh seketika, bisa melihat dan mengikuti Jesus.
- Setelah sembuh ia memuliakan dan meluhurkan nama Tuhan
- Sekarang saya menempatkan diri pada tempat orang buta itu. Bayangkan dan rasakan apa yang sedang terjadi dalam diri saya? Nikmati dan renungkan.

Notes:
Dalam meditasi dengan cara ini, kita harus bijak dalam mengatar waktu meditasi kita. Terutama pada awal pembuka meditasi ini kita tidak membutuhkan banyak waktu. Waktu yang paling banyak dibutuhkan adalah dalam tahap refleksi, masuk dalam peristiwa dan terlibat di dalamnya.
Bila anda merasa begitu terkesan dan menikmati 'saat tersentuh pada ayat atau peristiwa' jangan diputus atau berhenti disitu hanya karena ingin menyelesaikan 'metode' tetapi nikmatilah.
Tahap berikutnya adalah 'langkah penyadaran diri' yang akan membantu saya untuk bertindak secara kongkrti dalam hidup sehari-hari. Langkah ini semacam 'solusi' dalam meditasi ala St. Frans de Sales. Keterlibatan saya dalam peristiwa, kemampuan saya menempatkan diri sebagai salah satu pelaku peristiwa akan membantu saya untuk peka melihat dan merasakan kehadiran Tuhan. Dan ini akan membantu saya untuk hidup lebih baik.
salam dan doa
MoTe

MEDITASI ALA ST. FRANS DE SALES

St. Frans de Sales adalah uskup Geneva. Dia adalah pengarang buku yang sangat terkenal yang berjudul "Introduction to Devout Life dan Treatise on the Love of God". Ia hidup antara tahun 1567 sampai 1622. Dalam meditasi yang dianjurkan, secara global dibagi dalam 4 bagian pokok, yakni Persiapan (Preparatory), Renungan (Consideration), Belas Kasih dan Solusi (Affection and resolution) dan Penutup atau Kesimpulan (Conclusion)

a. Persiapan
Pertama-tama yang harus disadari dan dilakukan dalam tahap persiapan ini adalah kesadaran diri hadir di hadapan Allah. Artinya kita harus menyadari betul bahwa sekarang ini saya ada, duduk, bersimpuh dihadapan Allah. Rasakan sampai anda yakin bahwa Allahpun juga hadir bersama anda.
Kita memohon pertolongan Roh Kudus untuk membimbing dan memimpin kita untuk bisa berdoa atau bermeditasi. Dalam hal ini kita bisa dikuatkan oleh apa yang dikatakan oleh St. Paulus dalam suratnya kepada umat di Roma (8:26). "Seperti halnya Roh Kudus akan membantu kita dalam kelemahan kita, karena kita tidak bagaimana harus berdoa, maka Ia pun akan membantu kita dengan hembusan kata halus yang tak terkatakan'

b. Renungan / Refleksi (consideration)
Segala hal, baik sebagai subyek maupun sebagai obyek bisa bahan untuk direnungkan. Refleksi atau renungan di sini berarti memikirkan atau merefleksikan sesuatu dan mencoba untuk memahami atau mengetahui mengenai obyek atau subyek yang direnungkan. Ada pepatah bijak mengatakan pengetahuan adalah induk kasih, dan cinta kasih adalah ibu dari pengalaman.
Segala hal yang bermanfaat dalam usaha untuk memperkembangan kehidupan rohani bisa dijadikan bahan refleksi. Ambil contoh misalnya dari Kitab Suci, cuplikan kisah dari koran atau majalah. Pada prinsipnya segala sesuatu yang terjadi dalam hidup kita, apa yang kita sukai bisa menjadi bahan refleksi.
Tahap refleksi mengambil waktu yang paling banyak dalam proses meditasi ini. Bahkan boleh dikatakan bahwa inti pokok dari meditasi ini terletak pada tahap ini. Keberhasilan dari meditasi ini juga dipengaruhi oleh sejauh mana kemampuan kita merefleksikan perikopa Kitab Suci atau peristiwa hidup yang kita renungkan. Kedalaman menangkap pesan yang ingin disampaikan dalam refleksi ini juga mempengaruhi atau bahkan menentukan tindakan konkrit macam apa yang akan kita lakukan sebagai resolusi meditasi.

c. Belas Kasih dan resolusi
Diandaikan bahwa kita menggunakan kisah mengenai Orang Samaria yang baik sebagai bahan renungan atau meditasi. Dengan menggunakan perikopa ini kita bisa menfokuskan perhatian kita terutama pada tindakan baik yang telah dilakukan oleh orang Samaria terhadap orang yang dirampok. Ia menolong orang yang dirampok, membalut lukanya, membawa ke penginapan dan membayar segala hal yang dibutuhkan oleh si sakit. Bersamaan dengan memikirkan dan merenungkan kebaikan orang Samaria ini mungkin sekali akan muncul perasaan-perasaan tertentu dari dalam hati kita, misal kasih terhadap orang miskin, perhatian terhadap mereka yang sakit atau terluka. Perasaan yang muncul ketika merenungkan perikopa ini disebut sebagai belas kasih atau affeksi.
Perasaan belas kasih atau affeksi mendorongkan kita untuk membuat sesuatu niat konkrit atau memutuskan suatu tindakan yang konkrit. Misalnya keinginan untuk mengunjungi seseorang yang selama ini dilupakan, mereka yang terbaring lemah karena sakit, atau membantu orang lain yang mengalami musibah, atau memberikan pengampunan terhadap orang yang merindukan pengalaman diampuni. Keputusan untuk melakukan tindakan konkrit terhadap orang lain yang membutuhkan ini disebut resolusi.

d. Penutup atau kesimpulan.
Pada akhir meditasi kita bisa menutupnya dengan bersyukur dan memuji Allah karena rahmat yang telah kita terima, terutama rahmat meditasi, sehingga kita bisa melakukan refleksi, afeksi dan solusi dengan baik.
Memohon rahmat kepada Tuhan supaya kita bisa melaksanakan resulusi atau tindakan konkrit yang kita putuskan. Mohon supaya kita tetap mampu bertahan dan setia menjalakan tindakan konkrit dari kehendak kita ini.

Notes:
- Waktu yang paling efesien untuk meditasi St. Frans de sales ini adalah kurang lebih 30 menit atau setengah jam penuh.
- Posisi duduk, tempat dan keheningan batin sebelum meditasi akan sangat membantu kita untuk bisa meditasi dengan baik.
- Di andaikan bahwa kita sedikit banyak telah mempunyai dasar bermeditasi, terutama kemampuan mengembangkan akal, budi dan kehendak. Dalam bentuk praktisnya mempunyai kemampuan untuk mengambarkan (to imagine), merenungkan (to consider / to reflect), mendengarkan (to listen), dan merasakan (to feel).
Salam dan doa
MoTe

MEDITASI

Dalam seri ini saya ingin membagikan 'pengetahuan' saya mengenai meditasi. Pengetahuan ini bersifat praktis, artinya tidak untuk dijadikan bahan diskusi melainkan suatu alat bantu atau metode bagi mereka yang ingin memperdalam dan mempraktekan meditasi.
Pengetahuan ini pertama-tama bersumber pada pengalaman praktek meditasi dan pelajaran yang pernah saya terima waktu novisiat dulu. Selain itu ditambah dengan buku yang menjadi pegangan saat ini, berjudul "An Introduction to Christian Spirituality". Buku ini dikarang oleh Fr. Antonisamy, seorang imam yang bekeraja di seminari Gembala Baik di Coimbatore, Tamil Nadu. Banyak buku yang telah dia tulis dalam bahasa Tamil. Buku ini dimaksudkan sebagai buku pegangan guru untuk untuk para seminari, postulan atau para novis dan religious lainnya. Bahasanya begitu sederhana dan mudah sekali dicerna dan di mengerti. Selain itu buku ini juga bisa menjawab kebutuhan bagi mereka atau para awam yang ini mengetahui dan memperdalam spiritulitas kristiani. Tema meditasi adalah salah satu bab dari begitu banyak tema mengenai spiritualitas kritstiani itu.
Bila saya bisa setia, dalam tayangan 'Belajar Meditasi' ini akan saya tampilkan beberapa contoh konkrit mengenai meditasi 'Gaya Barat, Kristen India, Kristen Zen dan kontemplasi. Dalam meditasi ala barat ini kita akan mengenal meditasi yang dipopulerkan oleh St. Frans de Sales, kemudian dua contoh dari meditasi ala St. Ignatius yang sangat terkenal dalam metode latihan rohaninya. Lalu meditasi ala Carmelite dan beberapa contoh meditasi dengan menggunakan Kitab Suci dan beberapa tema khusus. Sedangkan dalam meditasi ala India kita akan melihat lebih lanjut bagaimana meditasi ini dipengaruhi oleh spiritualitas timur yang lebih menekan unsur keheningan dan 'pengosongan diri' sebagai tempat bagi Tuhan yang hadir secara personal. Beberapa cara mencapai keheningan ini disajikan sebagai metode. Sedangkan dalam Zen beberapa metode 'meditasi duduk' menjadi fokus perhatian. Akhirnya dalam kontemplasi kita akan melihat hakekat dari kontemplasi, tujuan utama, metode dan latihan. Melihat tema yang panjang ini dan banyak ini timbul pertanyaan apakah mungkin semua itu akan dicapai dan dipenuhi. Kita lihat perjalanan waktu, bila tidak mungkin bisa diselesaikan, paling tidak unsur pokok kekayaan rohani Gereja Katolik dalam hal meditasi ini ini bisa saya selesakan. Semoga dengan diketahui akhirnya bisa dinikmati oleh mereka yang berminat.
Meditasi ala Barat (atau Western)

Kata 'barat' digunakan dalam arti untuk menunjuk negara maju non komunis yang berada di benua Eropa maupun Amerika Utara. Kata ini bisa dimengerti dan diartikan pula sebagai segala sesuatu yang berbau kebarat-baratan.
Bila pengertian kata ini diterapkan dalam kontek kata 'meditasi' berarti segala macam bentuk meditasi yang berasal, dipraktekan dan disebar-luaskan oleh mereka menghayati dan hidup dalam budaya barat, khusus mereka yang hidup dan berasal dari benua Eropa.

Arti Meditasi
Bagaimana dunia gereja barat ini mengartikan meditasi?
Meditasi berasal dari bahasa atau kata Latin "meditare" yang berarti memusatkan, memfoskuskan, mengkonsentrasikan. Dalam hal meditasi berarti memusatkan atau mengkonsetrasikan pada 'sesuatu'. Sesuatu ini menjadi penting artinya karena sesuatu ini bisa mengandung berbagai macam bentuk, misalnya pribadi, kelompok orang, suatu persitiwa, suatu obyek atau segala sesuatu yang ada dibawah matahari.
Meditasi juga dimengerti sebagai 'aplikasi' atau pengetrapan akal budi terhadap segala sesuatu yang bisa dihadirkan. Maksudnya ketika akal budi memikirkan atau menfokuskan pada sesuatu maka munculkan tindakan 'refleksi atau merenung' terhadap obyek yang dihadirkan olehnya. Oleh karena itu meditasi bisa diartikan pula sebagai tindakan merenungkan sesuatu atau merefleksikan sesuatu.
Meditasi juga dimengerti sebagai tindakan akal budi, di mana pikiran menganalisa suatu obyek yang dihadirkan melalui rasa perasaan dan kehendak. Bila kehendak menyukai hasil yang dihadirkan oleh pikiran, kemudian pikiran memunculkan suatu strategi atau cara dan sarana untuk menguji atau memeriksa kemauan dari kehendak itu. Hal ini akan mendorong badan atau tubuh untuk melakukan tindakan kongkrit terhadap rencana yang telah disiapkan dan yang disukai oleh kehendak. Bila kehendak tidak menginginkan apa yang dihasilkan oleh pikiran, maka pikiran tetap diam.
Oleh karena inilah meditasi ala barat sering dikatakan sebagai gaya meditasi yang lebih menekankan aspek latihan mental atau olah batin. Maksudnya lewat kemampuan intelektual atau pikiran kita merenungkan obyek yang dihadirkannya dengan menggunakan rasa perasaan, dan bila hasil releksi ini sesuai dengan kehendak, maka akan menimbulkan rencana atau niat untuk bertindak. Namun sebelum niat itu terungkap dalam tindakan kongkrit perasaan kita menguji lebih dulu rencana atau bentuknya.
Untuk memahami dan mengerti lebih jelas konsep pemikiran diatas, marilah kita mengambil salah satu contoh dengan bantuan dari Kitab Suci. Misalnya kita ambil contoh dari Mukjijat Pertama di Kana.
- Perasaan menghadirkan peristiwa kepada pikiran
- Pikiran merefleksikan perikopa dan menuntun sampai pada kesimpulan.
Lihat perikopa Kitab Suci:
- Ibu Maria dengan sukarela datang Jesus memohon supaya Jesus membantu tuan rumah yang sedang mengalami kesulitan
- Jesus menghargai dan menerima permintaan ibuNya
- Jesus mempunyai kuasa untuk membuat mukjizat
- Sekarang apa yang akan dilakukan oleh kehendak? Muncul dalam kehendak keinginan
- untuk meneladan hidup seperti Bunda Maria yang peka terhadap kebutuhan dan penderitaan sesama dan mengambil inisiatif untuk bertindak
- untuk lebih menaruh dan memberikan rasa hormat kepada kedua orang tua kita
- untuk selalu mencari Jesus dan mohon bantuannya dikala kita sedang menghadapi kesulitan dalam hidup, karena Dia berkuasa membuat mukjijat.
- Ketika segala keinginan ini terungkapkan oleh kehendak, maka pikiran akan membuat rencana atau niat kongkrit akan yang membantu kehendak untuk memenuhi keinginannya dari hari ke hari.
- mereka yang bermeditasi dalam kontek dengan mudah memutuskan untuk menolong dengan sukarela orang lain yang membutuhkan tanpa menunggu diminta.
- Mereka lebih menaruh hormat dan taat terhadap kedua orang tua, atau mereka yang lebih tua dari mereka.
- ketika mereka sedang mengalami kesulitan atau penderitaan, mereka tidak akan mudah putus asa, karena mereka dengan mudah dan penuh keyakinan akan datang kepada Jesus yang mampu menolong mereka dalam segala kesulitan.

Semoga penjelasan arti meditasi dalam kontek ala barat ini bisa dimengerti, sehingga dalam memahami beberapa contoh atau metode meditasi selanjutnya kita lebih mudah mencernanya. Yang perlu dicatat adalah bahwa pengertian meditasi sebagai salah satu doa batin sungguh mendapat artinya di sini. Karena tekanan olah batin pada gaya meditasi ala barat ini menjadi porsinya. Kesadaran akan Tuhan yang terlibat dalam hidup, membantu dalam 'character building' sesuai dengan kehendakNya terasa pengaruhnya. Karena setiap refleksi akan selalu disertai dengan tindakan kongkrit yang membantu hidup manusia untuk hidup lebih baik. Lebih baik di sini harus dipahami dalam kontek sesuai dengan Tuhan, yakni kebahagiaan dan kedamaian lahir batin.
salam dan doa
MoTe

CENTERING MEDITATION

Gerakan meditasi yang diberi nama 'centering meditation' ini muncul pada tahun 70-an. Salah satu pendiri dari gerakan ini adalah Thomas Keating, seorang biarawan trapist dari Amerika.
Menurut Thomas arti dari 'centering prayer' adalah 'suatu metode sederhana yang membuat kita terbuka kepada Tuhan dan memampukan kita berkonsentrasi dan mengalami kehadiran Tuhan di dalam hati dan hidup kita dan membiarkan Tuhan berkarya dan bertindak'. Ini bagaikan dua sahabat yang duduk dalam keheningan, hadir masing-masing dalam kesendiriannya'. Dengan kata lain, kita mentahtahkan Tuhan didalam hati kita, supaya dari tahtaNya Tuhan memerintah dan meraja. Inti dari 'centering prayer' adalah mengulang-ulang atau mendaraskan 'kata suci' (matra dan mantras') yang bisa diambil dari Kitab Suci atau kreasi pribadi.
Langkah yang perlu dipersiapkan untuk melakukan 'centering prayer'. Pertama-tama adalah bahwa kita harus mempersiapkan dan mencari kata suci yang akan digunakan dalalm doa. Bisa jadi kata itu bersumber pada kekaguman atas kehadiran dan karya Tuhan, atau kata yang berasal dari hati nurani. Bisa juga berasal dari pengalaman akan keselamatan yang dialami, atau dari refleksi iman yang dalam, atau berasal dari aspirasi seseorang. Dengan kata lain bisa diambil dari mana pun, yang penting mempunyai makna dan mengungkapkan kedalam iman akan kehadiran Tuhan. Pilih salah satu 'kata suci ata sabda suci' atau apa pun yang dianggap baik, tepat dan menolong untuk menghayati kehadiran Tuhan yang menjadi pusat dalam doa ini. Yang bisa membantu kita untuk menyerahkan diri kita pada Tuhan dan kehendakNya.
Perlu disadari bahwa obyek doa ini bukanlah 'mengosongkan diri total' dengan menghindari segala pikiran yang ada dalam otak kita. Tetapi menghayati kehadiran Tuhan dan membiarkan Tuhan berkarya dalam diri kita. Maka sangat mungkin bahwa dalam hening, kita akan diganggu oleh pikiran-pikiran atau nglamun yang tidak menentu arah. Bila pikiran aneh-aneh, bayangan, lamunan dan emosi yang tidak diharapkan itu masuk dan keluar, maka kita biarkan saja. Yang penting adalah bahwa kita tetap hening sejauh bisa dan mungkin. Bila kita akhirnya tidak mampu hening dan berkonsentrasi, kita mengundangnya keluar dalam kesadaran kita, tanpa mempertanyakan dan mempermasalahkan, setelah itu lalu pelan-pelan membiarkan pikiran-pikiran itu pergi dengan sendirinya, tanpa dipaksa.
Apa yang terjadi dalam 'centering prayer'. Bila kita sudah terlibat secara kusuk dalam doa ini, maka yang terjadi adalah Tuhan akan masuk dan mencari apapun dalam sejarah pribadi hidup kita dan akan menyembuhkan apa pun yang perlu untuk disembuhkan. Tuhan akan menyembuhkan luka-laka masa kecil dan menyembuhkan luka batin yang tidak terobati. Tuhan akan mengaruniakan apapun pun yang baik dalam hidup kita dan menyuburkannya dengan anugerah Roh Kudus. Doa ini akan membuat kita mempunyai iman, harapan dan kasih yang lebih besar.
Kualitas apa yang diperlukan untuk bisa mendoakan 'centering meditation' sehingga menghasilkan buah. Pertama-tama dan syarat utama adalah bahwa kita beriman. Kita harus percaya dengan penuh keyakinan bahwa penyembuh sejati dalam doa ini adalah Tuhan sendiri. Kedua kita harus mempunyai kemampuan untuk mengandalkan dan menyerahkan diri secara total hanya kepada Tuhan. Ketiga bahwa kita pernah tidak meragukan keberadaan Tuhan yang adalah Bapa penuh kasih, pelindung yang begitu penuh belas kasih kepada semua manusia tanpa syarat.
Menurut pendiri 'Centering Prayer' bila kita secara rutin mampu memeditasikan doa ini, maka akan menghasilkan buah-buah rohani. Buah rohani itu antara lain;
- Dengan kebiasaan membiarkan pikiran-pikiran aneh-aneh atau hal yang mengganggu perhatian kita dalam doa, lalu menggantikannya dengan 'kata suci', membuat kehendak kita mudah untuk selalu mengembalikan segalanya kepada kuasa Allah.
- Bila kita terus menerus mengulang dan mendaraskan 'kata-kata suci, atau mantra' akan tiba waktunya ketika tidak lagi perlu mengucapkan kata itu. Kita akan tinggal dalam Tuhan dan akan merasakan kedamaian dan kesatuan dengan Tuhan, lewat imaginasi, dan memori kita, bahkan yang menyakitkan sekalipun akan berubah menjadi berkat.
St. Teresia dan Avila mengatakan bahwa menerima 'apa adanya' diri kita, memeluk dan mengakuinya sebagai bagian dari hidup kita, akan membuat kita mengalami kesatuan dan kebahagiaan penuh dengan Tuhan. Jiwa kita menari dalam irama Roh Kudus, yang mewujud dalam kasih. Seperti anak kecil yang berhenti berlari-lari dan berbicara ketika penari memulai menari, demikian pula jiwa kita, ketika mulai menari dalam irama Tuhan, maka imaginasi, memori, pikiran dan emosi akan menjadi tenang, damai dan hening.
- Ketika kita bersandar dan beristirahat dalam Tuhan, pikiran kita tidak akan menggangu lagi.
- Ketika karya ilahi beraksi sedemikan kuat dalam jiwa kita, maka membuat imaginasi dan memory tidur, dan diam tak bertindak.
- Sering terjadi, dalam khusuknya doa, kita akan 'kehilangan kesadaran diri' dan dipenuhi dengan kebahagiaan dan damai yang begitu dalam.
- Buah rohani dari doa ini, juga membuat kita perlahan-lahani disucikan, dimurnikan, terutama iman kita semakin diteguhkan, kehendak Tuhan menjadi andalah satu-satunya harapan kita. Dalam tingkat inilah dikatakan bahwa kita baru memulai mencintai Tuhan sebagaimana Tuhan ada.
- Semua yang kita lakukan, hanya dilandasi oleh karena kehendakNya, dan inilah yang namanya kebebasan pribadi, tanpa mengharapakan balasan apa-apa.
Membaca dan merenungkan buah-buah rohani, sulit bagi pikiran awam kita untuk bisa memahaminya. Terutama bila pola pikiran kita lebih banyak dikuasi oleh mental 'meminta dan mengemis', 'do ut des, berbuat dan mendapat' dalam doa. Banyak diantara kita yang menghayati arti doa hanya pada 'arti memohon'. Sehingga kalau kita berdoa, maka harapannya harus mendapatkan hasil yang kongkrit yang bisa kita nikmati dalam hidup. Padahal kita tidak hanya membutuhkan apa yang dibutuhkan 'badan wadag' atau jasmani kita. Segala doa permohon itu baik, bila dikabulkan akan membuat kepuasan tersendiri. Bisa juga menimbulkan kekuatan rohani dan peneguhan iman. Tetapi bila harapan 'pengabulan' permohon ini menjadi tujuan segala doa, maka kita akan lebih banyak mengalami kekecewaan dari pada bahagianya. Karena banyak doa kita yang sebenarnya tidak dikabulkan. Kita sering salah berdoa, yang terjadi bahwa kita 'memaksakan kehendak' kita dari pada kita mendengarkan dan menerima kehendakNya. Tuhan tidak lagi menjadi Tuhan yang maha tahu, mengetahui segala yang ada didalam hati dan pikiran sebelum semua itu terungkap, tetapi Tuhan menjadi 'hamba' yang harus menjawab dan mengabulkan keinginan kita. Kalau tidak begitu, maka dia bukan lagi 'Tuhanku'. Aku tidak butuh lagi, dan tidak lagi perlu berdoa.
Kalau yang terjadi demikian, sebenarnya kita ini belum apa-apa dalam tingkat perkembangan rohani kita. Bahkan lebih jelek lagi, kita mati dalam hidup rohani. Maka tidak mengerankan bila kita melihat fakta mengatakan, banyak orang-orang modern ini 'kayak harta' tetapi 'miskin rohani, miskin iman'. Banyak orang modern ini 'pinter ilmu pengetahuan', tetapi 'nol dalam olah dan ilmu kerohanian'. Jadinya banyak orang yang tidak 'balance, harmoni', alias gila, dan hati nuraninya mati. Dosa tidak lagi dianggap dosa, tetapi hal yang biasa dan lumrah. Dimana aku berdiri......tanyakan pada rumput yang begoyang.
Bagaimana praktek kongkrit 'centering meditasi ini? Sebelum kita melihat langkah-langkah metode pelaksanaan meditasi, tiga prinsip ini harus lebih dahulu diperhatikan. Pertama-tama bahwa dalam doa ini kita bukan 'berpikir' tentang Tuhan, tetapi 'mengalami' Tuhan dalam hati. Kita harus berhenti memikirkan tentang Tuhan. Kedua kita harus membiarkan Tuhan untuk bertindak dan berkarya dalam diri kita. Ketiga adalah memberikan kepada Tuhan kesempatan untuk menyatakan atau menghadirkan dirinya didalam diri kita.
Langkah-langkah adalah:
Sebelum meditasi di mulai, kita harus sudah memilih kata-kata suci atau mantra yang akan digunakan dalalm doa ini. Pemilihan kata suci atau mantra ini sangat tergantung pada kita, bisa berupa ungkapan perasaan kita yang terdalam, iman atau inspirasi dari orang lain. Misalnya: Abba, Bapa, Jesus, Maria, Cinta, Kasih, Damai, Shalom dsb
Kemudian duduklah sedemikian rupa, sehingga anda merasa nyaman dan enak. Tutuplah mata, dan mulai berkonsentrasi dan hening. Dalam keheningan ini, sadarilah bahwa Tuhan hadir di sini, ada bersama anda. Rasakan kehadirannya dalam hati anda. Selain itu, sadarilah pula bahwa anda duduk dan hadir dihadapanNya. Bayangkanlah bahwa anda sedang duduk bersama dengan teman yang begitu akrab, saling merindukan satu sama lain. Setelah mencapai kesadaran tertentu, mulailah pelan-pelan mendaraskan atau mengucapkan mantra atau kata suci yang telah dipilihnya tadi. Lakukanlah hal ini selama kurang lebih 20 menit dengan penuh keyakinan seiram dengan hembusan nafas anda.
Bila anda mengalami 'distraction' oleh karena pikiran, penatnya badan, perasaan yang mengganggu atau pun lamunan yang lain, kembalilah mengucapkan kata suci ini dengan penuh kesadaran. Biarkan pikiran itu datang, dan biarkanlah pikiran itu pergi dengan sendirinya, peluk dan sambutlah, dan tidak perlu dipermasalahkan.
Setelah kurang lebih 20 menit dalam doa, kemudian berhentilah, tetaplah dalam keheningan dengan mata tetap tertutup untuk beberapa saat.
Dalam keheningan inilah anda akan membiarkan Allah berkarya dan bertindak. Hayatilah saat hening ini. Ijinkanlah Allah tinggal ditempat kediamannya di dalam hati anda. Thomas Merton mengatakan; yang paling penting dalam saat ini adalah, jangan khawatir dan jangan berpikir apa-apa, jangan berpikir apa yang sedang terjadi dan atau tidak terjadi. Serahkan semuanya itu kedalam tangan Tuhan. Percayalah bahwa dibalik apa yang tidak nampak; dalam pikiran, kehendak, dan hati, Tuhan sedang berkarya dan bertindak. Berdoalah, pasrahlah dan Tuhan akan menggunakan selebihnya dengan caranya tersendiri. Tuhan adalah sumber dan pusat dari doa itu.
Tutuplah meditasimu dengan mengucapkan terima kasih kepada Roh Kudus. Bersyukurlah karena kehadirannya yang mengajarkan bagaimana kamu berdoa. Bukalah mata anda pelan-pelan dan kembalilah ke alam sadar anda.
Sebenarnya doa ini tidak berbeda dengan "doa Jesus' yang kita temukan dalam latihan doa Sadhana ala Anthony de Mello. Mungkin sumbernya sama. Yang paling penting dalalm doa ini adalah kesadaran akan kuasa Allah yang berkarya dalam dia kita. Mau mencoba, silahkan carilah waktu disela-sela kesibukan anda. Tidak harus 30 menit lamanya. Mulailah dengan 10 menit, sambil melatih konsentrasi. Kalau merasa bisa berkonsentrasi dan mengalami keheningan tambahlah waktu secara berkala. Dan akhirnya anda akan merasakan bahwa irama nafas anda telah menyatu dengan irama doa ini. Semoga anda mendapatkan buah-buah rohani yang dijanjikan. Selamat mencoba dan berkat Tuhan melimpah.

Mote van Kerala

Friday, February 24, 2006

Meditasi ala St. Theresia

Berdasarkan pada pengertian bahwa doa adalah mencinta, memandang penuh kasih Tuhan yang disurga, bertemu penuh akrab dan persaudaraan dengan Dia, yang kita tahu mencintai kita. Maka Theresia menganjurkan tiga hal pokok dalam bertemu dengan Dia yang mencintai dan kita cintai.
a). A going in
Artinya bahwa doa adalah usaha untuk semakin mendalami dan masuk dalam diri kita sendiri. Berusaha untuk terus masuk dan menyentuh pusat hati, inti dari diri kita. Mengabaikan segala kecenderungan egoisme pribadi untuk bertemu dengan 'Sang Jiwa Mulia' dalam pusat jiwa kita. Perjumpaan dengan Allah dalam diri kita ini mengandaikan bahwa kita sadara bahwa Allah hadir dalam pribadi kita. St. Paulus mengatakan bahwa badan kita adalah 'bait kudus Allah', tempat Allah bersemayam dalam diri manusia. Dan bagi kita, setiap kali Tuhan hadir ditahtaNya dalam hati kita, terutama menjadi nyata ketika kita menerima kehadiranNya lewat kumuni kudus. Kehadiran dan persatuan dengan Allah menjadi semakin kongkrit dan terus diperbaharui. Namun yang sering terjadi bahwa kehadiran Allah sering kali kita abaikan. Kita jarang memberi sambutan 'welcoming' Allah dan menyapaNya sebagai tamu istimewa. Hati kita dipenuh dengan berbagai macam urusan yang membuat kita tidak mampu menyadarinya. Allah sendirian dan diabaik. A going in berarti bertemu dengan penuh persahabatan dengan Allah yang hadir dihati kita. Menyambutnya dan menjadikan Dia tamu istemewa. Keheningan diri adalah syarat utama untuk bisa merasakan Allah yang mencintai ini hadir. Lalu apa yang harus kita lakukan untuk membuat Allah merasa krasan tinggal dihati kita. Membuat perjumpaan itu menjadi akrab dan menyenangkan?
b). A staying in
Supaya Allah tetap 'staying in' dalam hati kita maka kita harus berbicara. Berbicara sebagaimana dengan orang yang sungguh kita kenal, orang yang kita cintai. Bandingkan dengan pengalaman anda, bila anda bertemu dengan orang yang sungguh anda kenal, orang yang anda cintai. Banyak hal yang bisa kita bicarakan, dari peristiwa hidup sehari-hari sampai hal-hal yang sangat rahasia dan penting. Mengapa hal itu bisa terjadi, karena keakraban relasi itu membuat kita saling percaya. Ada 'trust-trust worthy', sehingga kita merasa tidak takut, malu, atau segan. Kepercayaan (baca iman) membuat kita menjadi berani terbuka dan apa adanya. Kepercayaan membuat kita berani menyerahkan segala-galanya kepadaNya.Bila kita kenal maka kita tidak sayang. Bila kita tidak kenal, kadang kala kita tidak tahu apa yang harus kita bicarakan. Lalu apa yang harus saya bicarakan kepada Tuhan dalam perjumpaan ini. Jawabannya adalah simple dan singkat, segala hal yang kita alami dalam hidup ini. Segala masalah hidup, dari yang sepele sampai yang essensial. Dari ungkapan rasa kecewa, marah, putus asa sampai rasa gembira, damai dan bahagia. Sesuatu yang sungguh menyentuh dan menyangkut sendi-sendi kehidupan anda mendasar, hakiki. Inilah yang harus kita bicarakan, bukan hanya datang kalau minta sesuatu, kalau tidak diberi lalu marah dan putus asa, dan akhirnya tidak pernah kembali lagi.
c). A coming out
Seringkali kita mendapat pertanyaan apa ukurannya bahwa doa itu baik. Atau bagaimana kita bisa mengatakan bahwa doanya itu benar. Banyak jawaban yang bisa kita dapatkan dengan mengambil contoh ayat dari Kitab Suci. Namun bagi St. Theresa, apakah doa itu dikatakan benar atau bai, sangat ditentukan oleh apa yang 'coming out' dari doa itu. Yang penting adalah bahwa doa harus selalu membawa buah dalam kehidupan nyata. Harus nampak dalam perbuatan yang nyata. Doa tanpa buah nyata, hanyalah rumusan kata tanpa arti. Menurutnya ada tiga hal untuk melihat aspect coming out dari doa ini.
Pertama adalah bahwa doa harus terwujud dalam charity. Kepekaan untuk membantu, menolong mereka yang miskin dan menderita, merasa solider dan bahkan berani berkorban bagi mereka sungguh merupakan hasil dari doa. Cinta kepada Allah yang lebih dahulu telah mencintainya, tercermin dan terungkap dalam cinta kepada sesama yang membutuhkan. Dalam diri orang-orang kecil dan lemah ini seorang pendoa yang sejati akan mampu melihat kehadiran Allah dalam hidup mereka. Setiap tindakan charity, atau belas kasih dilandasi bukan oleh karena dia merasa lebih, mempunyai segalanya dan merasa 'kasihan' kepada penderitaan mereka. Tetapi didasarkan pada kesadaran bahwa mereka adalah saudaraku, Allah hadir dalam diri mereka. Maka apa yang mereka perbuat kepada mereka yang kecil dan menderita dilakukan demi nama Allah. Sebagai saudaraku, mereka juga berharap mendapatkan kasih karunia dari Allah sama dengan yang saya dapatkan. Keinginan hatinya adalah melayani Allah sejauh bisa dilakukan.
Yang kedua adalah 'detachment'. Seorang pendoa yang sejati tidak akan mempunyai perasaan 'lekat terhadap segala ikatan duniawi'. Dia merasa lepas bebas dari segala ambisi dan sifat rakus untuk memperkaya diri dan memiliki harta dunia bagi dirinya sendiri. Baginya dunia dan segala harta milik merupakan karunia Allah yang harus dimanfaatkan dan digunakan untuk semakin menyempurnakan hidupnya. Seluruh orientasinya adalah 'dunia akhirat dan surga'. Karena mereka tidak lekat dengan keterikatan duniawi, maka mereka juga akan sangat dermawan dan murah hati.
Akhirnya, yang ketiga adalah 'humility’ atau kerendahan hati. Prinsip seorang pendoa sejati adalah 'without Me you can do nothing'. Andalan hidupnya adalah Allah, maka dia pasrah dan sumarah. Mereka tidak pernah merasa kuatir dan diakuasi oleh kebutuhan sesaat. Kepasrahannya kepada Allah membuat mereka selalu optimis dan penuh harap. Usahanya adalah terus menurus untuk memahami kehendak Allah. Dia tidak akan pernah memegahkan diri. Mereka akan semakin solider dan memahami orang lain secara lebih tepat. Orang akan tumbuh semakin bijak dan kebijaksanaannya terpancar dalam tindak-tanduknya. Mereka bagaikan padi, semakin tua semakin merunduk berisi dan menguning, siap dipanen. d). Budaya cinta Kekerasan yang terjadi akhir-akhir ini membuat banyak orang menjadi resah. Mereka tidak merasa aman lagi. Irama kehidupannya selalu teracam oleh tindak tanduk sekelompok orang yang menebarkan teror diantara sesamanya. Damai dan cinta kasih yang didambakan oleh setiap insan menjadi semakin mustahil tercipta dibumi Nusantara ini. Konflik yang menggunakan kedok agama, merupakan suatu bentuk kegagalan agama mendidikan para penganutnya. Mungkinkah menciptakan damai kembali dalam suana konflik tajam yang memakan korban ribuan jiwa ini?. Bisakah luka hati, trauma dan kekecewaan yang mendalam ini terobati? Manusia, bila hanya mengandalkan diri dari usahanya sendiri kiranya tidak akan mampu. Namun demikian kita harus mencoba.
Saya merasa bahwa tawaran doa dari St. Theresia ini adalah salah satu alternatif bagi kita yang ingin menjadi pembawa damai bagi sesama. Damai dan cinta kasih sulit akan tercipta, bila kita sendiri tidak memulainya. Berdasar pada ‘pengalaman cinta’, akan Allah yang dirasakan dalam hidup, cinta yang sama ini juga akan memancar dalam kehidupan sehari-sehari. Bila setiap orang Kristiani menciptakan budaya cinta dalam dirinya, maka dia akan bagaikan ragi, garam dan terang yang mengolah, memberi rasa dan melezatkan persaudaraan sejati antara sesama insan ciptaanNya. Seorang pembawa damai, harus lebih dahulu berdamai dalam dirinya sendiri. Dia tidak akan pernah bisa menjadi pembawa damai dan kasih, bila tidak mencintai dirinya sendiri. Pengalaman akan Allah yang mencintai, perjumpaan denganNya yang penuh kasih merupakan motivasi dasar yang mampu merubah dunia menjadi serba baru. Maka marilah kita mulai dari diri kita dan menjadikan doa sebagai landasan kita untuk melangkah. Dengan harapan kita mampu merubah dunia kita, paling tidak dunia batin kita akan mengalami kedamaian dan penuh kasih. (India, January 1, 2001)

BELAJAR DARI ST. THERESIA DARI AVILA.

a). St. Theresia dari Avila
St. Theresia dari Avila adalah salah satu dari sekian banya para santa yang terkenal oleh karena hidupnya yang suci. Dia adalah anggota dari kongregasi suster-suster Carmelite. Dia adalah salah satu wanita dalam Gereja yang diberi gelar sebagai doktor atau pujangga Gereja. Gelar ini diberikan oleh karena refleksi, pendapat, ajaran dan kehidupan spiritualnya yang mempunyai pengaruh begitu kuat dalam kehidupan sejarah spiritualitas Gereja Katholik. Dua buku yang membawanya menjadi pujangga Gereja adalah "The Interior of the Castle and The Way of Perfection". Karena dia adalah pujangga Gereja, maka ajarannya juga mempunyai otoritas sebagai ajaran Gereja yang mempunyai efek dalam keseluruhan hidup Gereja. Jadi bukan sekedar monopoli spiritualitas Carmelite. Dari beliaulah kita ingin belajar bagaimana memahami doa secara tepat dan benar.

b). Doa adalah ‘to love’
Seringkali kita membedakan doa dalam dua kategori, yaitu doa verbal atau vokal dan doa batin. Namun bagi Theresia, kedua doa itu mempunyai esensi yang sama, tidak ada perbedaan yang menyolok. Karena esensi atau hakekatnya adalah membawa manusia masuk dalam hubungan yang dekat dengan Allah yang dicintainya. Lalu apa itu doa menurut St. Theresia?
Doa, bagi Theresia adalah "in my view, is nothing but friendly meeting and frequent solitary converse with Him who we know love us". Dasar utama doa adalah cinta, maka bagi Theresia doa adalah 'to love'. Tuhan adalah kasih, dia sungguh Teman bagi semua manusia, dia mencintai manusia lebih dari segala ciptaan. Tuhan yang demikian adalah Tuhan yang dekat, bukan Tuhan yang tidak jauh. Tuhan yang hadir secara nyata dalam dalam kehidupan manusia, dalam perjuangan hidup, dalam suka dan duka. Berdoa adalah bertemu dengan teman yang kita tahu sungguh mencintai kita. Karena kita bertemu dengan "yang mencintai' kita, maka pertemuan ini adalah pertemuan antara dua pribadi yang akrab. Maka tidak ada formalitas, tidak perlu ada seremoni, acara, bahkan tidak perlu ada metodenya. Kita juga tidak perlu berpikir, selain hanya memandang dia dengan penuh cinta. Doa bukan berbicara tentang Tuhan, tetapi membiarkan Tuhan berbicara dengan kita. Bayangkan dan rasanya, bagaimana perasaan anda, setelah sekian lama tidak pernah bertemu dengan orang yang anda tahu sangat mencintai anda, dan anda pun sungguh mencintai, lalu bertemu!!. Tidak banyak kata terucap, semua akan terungkap dalam tindakan kasih yang anda berdua sendiri pahami. Kerinduan yang besar untuk bertemu, terpuaskan dan memberikan rasa kebahagiaan dan kedamaian yang luar biasa. Rasa aman, tentram dan bersatu hati, segala rasa kesendirian, bosa dan putus asa menjadi sirna. Pengalaman bertemu dan bersatu dengan yang dicintai sunggh menyentuh sampai pada essensi hidup manusia seluruhnya.

c) Tuhan yang mencintai
Manusia modern sekarang ini, sering terjebak pada satu pengertian bahwa doa adalah permohonan belaka (petition or intercession). Padahal yang sebenarnya permohonan itu hanyalah sebagain kecil dari seluruh aspek doa yang adalah ungkapan Cinta. Maka pertanyaan apakah doa itu berguna, apa manfaat dari doa lebih berpijak bahwa pemahaman bahwa doa itu adalah permohonan. Maka kalau doa itu bisa memenuhi permohonan saya, mengabulkan permintaan saya, maka doa itu berguna. Kalau ternyata sebaliknya, maka doa menjadi tidak berguna dan kita pun tidak perlu berdoa. Karena tidak ada manfaatnya.
Bagaimana kita tahu bahwa Tuhan sungguh mencintai kita? Jawabannya adalah melalui iman. Lewat ciptaan dan segala isinya kita bisa mengetahui bahwa Tuhan sungguh mencintai kita. Melalui kenyataan hidup yang kita alami setiap hari, baik peristiwa yang kecil dan sepele sampai yang terbesar. Melalui sesama yang kita jumpai, Tuhan pun hadir dan menunjukkan kasihNya. Akhirnya kita tahu bahwa Tuhan sungguh mencintai kita melalui Jesus Kristus. Peristiwa Jesus adalah fenomena Allah yang mencintai manusia. Dari kelahiranNya hingga kebangkitanNya adalah tanda bukti kasih dan kepenuhan janjiNya.
Jadi kata kunci di sini adalah 'cinta'. Kata dengan lima huruf yang mempunyai daya luar biasa, karena cinta mampu mengubah segalanya. Masalahnya bahwa bertindak mencintai itu tidaklah semudah mengatakan. Jesus sendiri mengajarkan dan sekaligus melaksanakan. St. Paulus menjabarkan lebih lanjut. Maka untuk sungguh mengerti doa adalah 'to love', renungkan pengalaman anda dicintai dan mencintai. Bila anda sungguh mampu merasakan 'cinta manusiawi' yang anda alami, bawa pengalaman itu kepada tingkat yang lebih tinggi, yakni hubungan anda dengan Allah anda. Pertemuan penuh cinta dengan Dia yang anda tahu mencintaimu, disitulah doa terjadi. Kesadaran anda melihat kehadiran Allah dalam kehidupan sehari-hari yang mungkin sederhana sekali sudah merupakan ungkapan doa.
Lebih lanjut St. Theresa memberikan contoh kepada kita, bagaimana pertemuan penuh kasih ini sungguh bisa menjadi 'second habit' kita dan akhirnya membuahkan hasil dalam kehidupan sehari-hari.

Rm. Teja Anthara SCJ

“BERTEMU DENGAN DIA YANG MENCINTAIKU”

(Belajar Berdoa bersama dengan St. Theresia dari Avila)

1. INTERIORITY DAN EXTERIORITY.
a). Merumuskan masalah
Dalam kehidupan sehari-hari, sering kita menjumpa orang-orang yang dalam kehidupan meng-gerejanya atau keagamaannya nampak begitu luar biasa, nampak begitu saleh, tekun berdoa namun dalam kehidupan kongkritnya sangat kontras atau bertentangan dengan iman yang diyakini. Atau mungkin juga orang berjubah yang menghabiskan waktunya berdoa berjam-jam, namun tidak pernah omong dengan teman serumah berbulan-bulan atau bertahun-tahun. Atau kita jumpai orang yang baru keluar dari rumah ibadat, tetapi setelah keluar pagar gereja atau masjid merusak dan membuat kekacaun. Ada institusi Katolik yang serba 'the best' dalam segala aktivitasnya, namun sedikit sekali memberi nilai luhur ajaran Kristiani yang menjadi lebel institusinya. Malah sering kali terjadi institusi ini menjadi tempat bisnis yang akhirnya menciptakan dunia menjadi serba tidak adil, mengabaikan orang miskin, menindas orang kecil dan menciptakan orang-orang kaya yang berjiwa rakus.
Dalam situasi seperti ini orang bertanya apa hakekat dari sebuah agama. Apa yang salah dengan agama? Perlukah suatu agama, kalau kenyataannya tidak memberikan nilai positif dalam kehidupan manusia, bahkan sebaliknya. Atau lebih lanjut orang akan bertanya secara lebih kongkrit, perlukan orang masih berdoa, ke gereja kalau kenyataannya hidupnya sangat berbeda dengan iman yang diyakini. Atau lebih tajam lagi apakah doa itu ada gunanya? Apa dan siapa yang salah?
Dari pertanyaan hakiki ini, muncul berbagai reaksi. Secara negatif sekolompok orang mengganggap bahwa agama itu tidak lain adalah 'racun masyarakat' yang membuat manusia tidur dan mimpi. Mereka tidak berani menghadapi kenyataan hidup yang menderita, namun dinina-bobokan dan diiming-imingi dengan dunia indah diakhirat nanti. Secara positif orang berusaha untuk menjadi lebih reflektif, mempertanyaan dan mempertanggung-jawabkan imam dan perbuataannya. Mereka mencoba untuk mencari sumber masalahnya. Apa dan siapa yang salah, agama, pembawa agama, dan ajarannya atau penganut agama yang menjalankan nilai asli dari agamanya itu? Bukan agama yang membuat semua menjadi seperti ini, melainkan pelaku, penganut agama itu yang membuat nilai asli agama menjadi kabur.

b). Exteriority dan Interiority
Untuk mempertegas pernyataan dan pertanyaan esensial ini, kita bisa mengambil contoh kehidupan Mother Theresa. Sebagaimana anda ketahui bahwa Mother Theresa ibu bukan hanya monopoli milik orang Katolik, tetapi milik semua orang India. Baik Hindu, Islam, Budha dan Kristen menerima dia sebagai 'figur orang suci' yang hidup. Lalu apa yang menjadi kekuatan atau rahasianya sehingga beliau bisa diterima oleh semua agama dominasi di India. Apa yang telah dia lakukan sehingga dia mampu menembus dinding-dinding tembok keangkuhan yang bernama agama dan ajarannya?
Menggunakan 'term penilaian' agama Hindu, dikatakan bahwa rahasia yang dimiliki oleh Mother Theresa adalah harmonisasi antara iman dan penghayatan. Dia bisa mengkobinasikan dengan tepat antara aspek 'exteriority dan interiority' dari sebuah agama yang diyakini. Yang dimaksud dengan exteriority di sini adalah wujud kongkrit dari sebuah agama dalam kehidupan sehari-hari. Atau perwujudan nilai agama dalam aktifitas yang kongkrit dalam kehidupan masyarakat. Hal ini misalnya nyata dalam 'charitable, educational institution'. Atau dalam arti yang lebih personal nampak dalam tingkah laku moral dan sosial. Sedangkan aspek kedua adalah 'interiority' yakni suatu proses dalam mana 'atman' atau jiwa yang semakin mengalami kedalaman hati dan menemukan serta memahami jati dirinya dan semakin bertemu serta bersatu dengan Tuhan yang dicintainya. Dan proses penemuan dan persatuan dengan Tuhan yang mencintai ini nampak dalam kehidupan doa dan ungkapan-ungkapan liturgi lainnya. Dalam kontek 'interiority' penganut agama akan mengalami Allah sebagai 'teman dari semua manusia'. Allah sungguh dialami sebagai Allah yang dekat, Allah yang ada dalam kehidupan manusia dan dialami dalam kehidupan sehari-hari. Kehadiran Allah yang ter-internalisasi-kan dalam jiwa ini memjadi dasar atau motivasi yang murni dari segala aspek yang nampak.

c). Bila tanpa doa
Yang menjadi masalah dalam jaman modern sekarang ini adalah bahwa banyak penganut agama yang sebenarnya kurang mengerti dan memahami aspek interiority ini. Dengan kata lain banyak dari kita yang tidak tahu persis makna dan artinya berdoa, sehingga yang terjadi bahwa doa tidak mempunyai effek atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari-sehari. Yang terjadi adalah konflik dua kubu, seolah-olah antara kehidupan doa dan kehidupan dunia ini dua kutub yang tidak pernah bisa dipersatukan. Maka bisa jadi orang yang baru saja keluar dari rumah ibadat, berdoa satu dua jam, namun keluar dari situ merampok, merampas bahkan membunuh atas nama Tuhan. Atau mengakui diri orang Katolik tetapi kehidupan imannya 'ko thelek', (panas-panas tahi ayam). Banyak diantara mereka yang kurang memahami jati diri iman kekatholikkannya. Atau bila dia seorang imam, dia adalah orang 'yang asal jadi imam' dan bukan 'imam yang sungguh jadi'. Orang yang hanya 'jarkoni' dalam kotbahnya, artinya bisa ngomong tetapi tidak bisa menjalankannya. Maka tidak mengherankan bila seorang bernama Mahatma Gandhi pernah berkata "Aku kagum terhadap ajaran Jesus Kristus, tetapi sayang bahwa ajaran yang mulia itu justru dinodai sendiri oleh para mengikutiNya".
Agama tanpa disertai penghayatan aspek interiority, akan menjadi agama yang menindas, yang digunakan dan dimanipulasi oleh kelompok tertentu sebagai alat politik belaka. Agama tanpa spiritualitas, tanpa doa tidak lebih dari sekedar kelompok sosial yang mengklaim dirinya sebagai agama yang diwahyukan oleh Allah. Dan akan mengklaim diri sebagai Agama yang paling benar. Charitable, educational institution tanpa doa, tanpa spritualitas tidak bedanya dengan lembaga sosial atau perusahan yang mencari untung dengan menggunakan lebel dan nama agama. Mereka selalu menjadi 'the best', bukan karena nilai-nilai yang ditawarkan dalam pendidikan, tetapi karena mereka mempunyai segala sumber daya untuk mengembangkan usahanya, yaitu uang. Dengan uang segala menjadi mungkin, kesuksesan menjadi sangat mudah dicapai.
Kegiatan liturgi, ibadat dan segala ungkapan ritual agama akan menjadi semacam panggung sadiwara dan umat menjadi penontonnya yang baik, bila tanpa dilandasi oleh doa. Keluar dari gedung Gereja atau rumah ibadat tidak bedanya dengan orang yang keluar dari panggung pertunjukan. Ketika mereka kembali ke alam nyata, mereka kembali ke irama hidup seperti semula. Apa yang disaksikan dalam panggung drama, tidak mempunyai pengaruh apa-apa, karena mereka hanya penonton yang tidak terlibat. Mereka sekedar penggembira yang senang dan puas bila kebutuhan emosinya terpenuhi. Doktrin, ajaran resmi bila tanpa doa, tanpa spiritualitas tidak lebih sekedar hukum rumusan mati, peraturan yang tidak bisa diganggu gugat yang membuat penganutnya menjadi robot-robot dan monster hidup yang rela dan berani mati, tetapi tidak tahu apa yang dibelanya sampai mengorbankan hidup itu. Mereka menjadi fanatik buta. Bila semua sudah diatas namakan "Tuhan' maka hukumnya 'halal' dan sungguh mulia dan benar. Mereka menjadi tidak mampu melihat ada kebenaran dan keutamaan dalam agama dan orang lain.
Akhirnya iman tanpa penghayatan adalah mati. Orang yang beriman tetapi tidak mewujudkan imannya dalam hidup dan dilandaskan pada doa sebagai inti kehidupan imannya akan membuat orang ini menjadi munafik yang paling pinter main sandiwara. Nampak begitu saleh, takwa, taat, namun hatinya tidak lebih bersih dari kuburan yang dicat putih. Kehidupan hariannya, perbuataan baik yang dilakukan, tidak dilandasi oleh iman yang diyakini, tetapi sekedar show off, pamer untuk mendapatkan pujian dan nama, bahwa orang ini baik. Mereka menjadi sombong, mereka menjadi angkuh mengklaim dirinya sebagai yang paling suci, penuh dengan roh kudus, namun sikapnya terhadap saudaranya sendiri, mereka yang miskin, mereka yang kecil, tidak lebih dari seorang tuan besar yang selalu minta dilayani. Bahkan sering kali menindas dan memeras orang kecil yang sudah dengan setia melayaninya dua puluh empat jam tanpa istirahat, dengan imbalan gaji yang lebih dari cukup, atas nama anggota 'keluarga sendiri'.
Begitu pentingkah doa itu, sehingga seolah-olah segalanya menjadi tanpa arti bila tanpa didasari oleh doa. Lalu doa itu sendiri apa...? Untuk menjawab pertanyaan ini, saya akan sambung dalam tulisan selanjutnya.